http://img412.imageshack.us/img412/4403/image15jc7.gif http://img100.imageshack.us/img100/4658/image12du2.gif

Kisah Pohon Apel

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di abwah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidu-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGWndwpp8metVHYX_8Bqdj9czYqd53rJ7y0uBO2Zf38mMNd1hlzMXXcAXz58tGsSFbasi1XJ4SkXwzBqYjOAxz4DW9gHusqFBkc6NqAm0faKuRrDa739vfioxUhBG7sJZlXd6PMrww4ZiA/s320/apple_tree.gif

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “ayo kesini bermain-main lagi denganku,”pinta pohon apel itu. “aku bukan anak kecil ayang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab lelaki itu. “aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang utnuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “duh, maaf aku pun tak punya uang....tetapi kau boleh mengambil semua apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli maianan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memtik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan sukacita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohin apel. “aku tak punya waktu ,” jawab anak lelaki itu. “aku ahrus bekerja untuk keluargaku. Kami mmebutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musin panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersukacita menyambutnya. “ayo bermain lagi denganku,” kata pohon apel. “aku sedih,” kata anak lelaki itu. “aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?” “duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Prgilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah datang lagi menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “maaf anakku,” kata pohon apel itu. “aku sudah tidak memiliki buah apel lagi untukmu.” “tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk menggigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu. “aku juga tak memiliki batang dan dahan ayng bisa kau panjat,” kata pohon apel. “sekarang aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa kuberikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua san sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat yang terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil menitikkan airmatanya. Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apapun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Mari kita mencintai orang tua kita seperti mereka dengan tulus dan setia menyayangi kita.

cahaya hikmah, edisi 03/2006cahaya hikmah, edisi 03/2006

0 komentar:

Post a Comment

thanks for visiting my website...
leave a comment please.. ^_^

Kisah Pohon Apel

Posted by

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di abwah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidu-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGWndwpp8metVHYX_8Bqdj9czYqd53rJ7y0uBO2Zf38mMNd1hlzMXXcAXz58tGsSFbasi1XJ4SkXwzBqYjOAxz4DW9gHusqFBkc6NqAm0faKuRrDa739vfioxUhBG7sJZlXd6PMrww4ZiA/s320/apple_tree.gif

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “ayo kesini bermain-main lagi denganku,”pinta pohon apel itu. “aku bukan anak kecil ayang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab lelaki itu. “aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang utnuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “duh, maaf aku pun tak punya uang....tetapi kau boleh mengambil semua apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli maianan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memtik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan sukacita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohin apel. “aku tak punya waktu ,” jawab anak lelaki itu. “aku ahrus bekerja untuk keluargaku. Kami mmebutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musin panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersukacita menyambutnya. “ayo bermain lagi denganku,” kata pohon apel. “aku sedih,” kata anak lelaki itu. “aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?” “duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Prgilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah datang lagi menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “maaf anakku,” kata pohon apel itu. “aku sudah tidak memiliki buah apel lagi untukmu.” “tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk menggigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu. “aku juga tak memiliki batang dan dahan ayng bisa kau panjat,” kata pohon apel. “sekarang aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa kuberikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua san sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat yang terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil menitikkan airmatanya. Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apapun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Mari kita mencintai orang tua kita seperti mereka dengan tulus dan setia menyayangi kita.

cahaya hikmah, edisi 03/2006cahaya hikmah, edisi 03/2006

|

0 komentar

Post a Comment

thanks for visiting my website...
leave a comment please.. ^_^

[X]

comment here...


ShoutMix chat widget

chat room

About Me

My photo
Blitar, Jawa Timur, Indonesia
A HEART dies when it is not able to share its FEELINGS.., but a HEART Kills itself when another Heart doesnot Understand its Feelings...

Followers

Plurk