http://img412.imageshack.us/img412/4403/image15jc7.gif http://img100.imageshack.us/img100/4658/image12du2.gif

WANITA BISU, TULI, BUTA, DAN LUMPUH YANG ENGKAU CINTAI


WANITA BISU, TULI, BUTA, DAN LUMPUH YANG ENGKAU CINTAI

Seorang laki-laki yang saleh bernama Tsabit bin ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel ayng merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur tsabit, terlebih-lebih di ahri yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan ahus mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan ia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang terlanjur dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, “aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya.” Orang itu menjawab, “aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya.” Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “dimana rumah pemiliknya ? aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “apabila engkau ingin pergi kesana maka engakau harus menempuh perjalanan sehari semalam.”

Tsabit bin ibrahim betekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga kerumah pemilik kebun itu, dan setibanya disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “apa syarat itu tuan ?” orang itu menjawab, “engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin ibrahim tidak meahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !”

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut ia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya ? kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagu, “selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !”

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala.” Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebunitu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilakan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka ia pun mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum...”

Tak dinyana sama sekali wanita yang ada di hadapannya dan kini resmi menjadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan utnuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternayta dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikan berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula,” kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya?

Setelah Tsabit duduk disamping isterinya, dia bertanya, “ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” wanita itu kemudian berkata, “ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah.” Tsabit bertanay lagi, “ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?” wanita itu menajwab, “ayahku benar, karena aku tidak pernah amu mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengagguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “ aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku utnuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala.”

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami suami dengan baik. Dengan bangga ia brkata tentang istrinya, “ketika kulihat wajahnya........ Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap.”

Tsabit dan isterinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.



cahaya hikmah, edisi 04/2007

0 komentar:

Post a Comment

thanks for visiting my website...
leave a comment please.. ^_^


WANITA BISU, TULI, BUTA, DAN LUMPUH YANG ENGKAU CINTAI

Seorang laki-laki yang saleh bernama Tsabit bin ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel ayng merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur tsabit, terlebih-lebih di ahri yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan ahus mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan ia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang terlanjur dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, “aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya.” Orang itu menjawab, “aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya.” Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “dimana rumah pemiliknya ? aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “apabila engkau ingin pergi kesana maka engakau harus menempuh perjalanan sehari semalam.”

Tsabit bin ibrahim betekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga kerumah pemilik kebun itu, dan setibanya disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “apa syarat itu tuan ?” orang itu menjawab, “engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin ibrahim tidak meahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !”

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut ia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya ? kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagu, “selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !”

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala.” Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebunitu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilakan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka ia pun mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum...”

Tak dinyana sama sekali wanita yang ada di hadapannya dan kini resmi menjadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan utnuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternayta dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikan berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula,” kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya?

Setelah Tsabit duduk disamping isterinya, dia bertanya, “ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” wanita itu kemudian berkata, “ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah.” Tsabit bertanay lagi, “ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?” wanita itu menajwab, “ayahku benar, karena aku tidak pernah amu mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengagguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “ aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku utnuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala.”

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami suami dengan baik. Dengan bangga ia brkata tentang istrinya, “ketika kulihat wajahnya........ Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap.”

Tsabit dan isterinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.



cahaya hikmah, edisi 04/2007

|

0 komentar

Post a Comment

thanks for visiting my website...
leave a comment please.. ^_^

[X]

comment here...


ShoutMix chat widget

chat room

About Me

My photo
Blitar, Jawa Timur, Indonesia
A HEART dies when it is not able to share its FEELINGS.., but a HEART Kills itself when another Heart doesnot Understand its Feelings...

Followers

Plurk