http://img412.imageshack.us/img412/4403/image15jc7.gif http://img100.imageshack.us/img100/4658/image12du2.gif


Sebening Kaca

"Puspa Thea, dimana dikau Mba'?, kenapa tak ada khabar beritanya?". Nisa bertanya-tanya dalam hati seraya mencermati surat-surat sahabatnya. Sudah hampir tiga bulan ini Mba' Pupu tak pernah lagi mengiriminya e-mail. Perlahan dibacanya surat terakhir wanita lembut itu sebagai pelepas rindu.

Date: Sat, 13 Oct 2001

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Pa khabar Sa? Mba' kangen banget dech. Semoga Allah yang Maha Penyayang selalu melimpahkan kasih sayang-Nya buat Nisa.

Sa.. pedih.. perih.. sakit.. rasanya kalau Mba' baca berita tentang saudara-saudara kita di Afghan, rasanya Mba' ingin sekali berbuat sesuatu untuk mereka, tapi..
Mba' cuma bisa berdo'a agar Allah yang Maha Kuasa menolong saudara-saudara kita itu.

Usaha lain yang bisa Mba' lakukan sekarang mempersiapkan putra-putri Mba' jadi hamba Allah yang di hati mereka nggak ada cinta kecuali cinta pada Allah, do'akan Mba' yach.., biar Mba' bisa jadi ibu yang baik, dan Allah berkenan menitipkan anak-anak yang kelak jadi mujahid / mujahidah.

Sa sehat, kan?. Salam sayang Mba' selalu buat Nisa Semoga rasa saling menyayangi ini mengantarkan kita jadi hamba yang dicintai Allah, amin.

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.
Mba'mu.. yang selalu kangen padamu, kapan yach Allah mempertemukan kita?..

Nisa menatap lekat e-mail tersebut, terbayang dalam benaknya hanya menjawab singkat surat itu. Ia bermaksud hendak mereplay kembali, namun tiba-tiba Ayu datang menjemputnya. Mereka janjian ke rumah Cathy pagi ini.

*****

"Ayah.. Ibu.. jangan bertengkar dooong! aku jadi pusiiing..." Teriak Cathy berusaha menghentikan pertikaian orangtuanya, namun mereka tak juga mau berhenti. Pertengkaran itu terjadi karena Ibunya tidak memperkenankannya berjilbab.

"Kamu masih muda nak.., belum pantas mengenakan jilbab!, rambut bagus kok ditutupi, mana ada pemuda zaman sekarang melirik wanita yang hanya kelihatan wajah dan tangannya? kalau Cathy nggak laku bagaimana? mau jadi perawan tua?!. Wanita berjilbab itu harus baik prilakunya, eh..Cathy tingkahnya masih begini begitu.. jangan kasi malu Ibu..!"

Cathy tidak terima disuruh melepas jilbabnya, namun Ibunya terus mendesak, buntut-buntutnya ia berkata, "Ibu jahat...," Ayah datang membela, "Biarlah Bu.., seharusnya kita bangga punya anak yang mau menutupi auratnya.."

Ibu merasa terpojok dan balik memarahi Ayah, maka terjadilah pertengkaran itu. Hal ini berulangkali terjadi sejak Cathy mengenakan pakaian yang disyariatkan Allah.

"Kita ngobrol di luar aja yuk?..," Cathy mengajak Ayu dan Nisa ke halaman rumahnya yang luas, mirip taman bermain kanak-kanak. Sejenak wajah manis itu terdiam, ia tampak jauh lebih cantik dengan gaun muslimahnya.

"Kenapa Allah memberikan Ibu seperti itu pada Cathy ya? yang Beliau fikirkan hanyalah dunia, beda jauh dengan Ayah, yang selalu berorientasi ke akhirat. Seandainya Ibuku seperti Ibumu Nisa.. Ayu.. alangkah bahagianya aku!. Cathy jadi menyesal punya Ibu.."

Sebelum sempat menghabiskan kalimatnya, Ayu buru-buru menceramahinya, "Jangan begitu, Cathy.. walau bagaimanapun ia adalah Ibu yang mengandung dan membesarkanmu.."

Cathy membela diri, "Siapa suruh mengandung dan membesarkanku? kenapa nggak dibiarkan mati aja sekalian?.., Beliau lebih senang anaknya diazab Allah daripada selamat. Apakah Itu Ibu namanya?!."

Nisa berusaha melerai kedua sahabatnya. "Daripada bertengkar, kita pergi aja yuk?, belanja, baca buku." Setelah pamit pada orangtua Cathy, merekapun pergi.

*****

Di toko buku, mereka bertiga tampak asyik memilih bacaan kesukaan masing-masing. Nisa dan Ayu ke rak buku Islami, dan Cathy ke rak majalah. Setelah agak lama terbuai dalam lautan pena, Cathy mendekati Nisa, ia geleng-geleng kepala melihat buku yang dibaca sahabatnya, Tafsir Qur'an, wuih.. mengerikan, baginya jangankan membaca, membayangkan isinya saja sudah membuatnya pusing.

Sejenak mata bundar itu terpendar pada sebuah buku, "Derita Nanda, Apa Salahku Hingga Ibu Tega Membunuhku?!" Hatinya berdebar membaca judulnya, secepat kilat jemari kecil itu menangkap, ingin tahu isinya. Setelah beberapa saat, buru-buru ia menutupnya kembali. Jantung Cathy berdetak lebih cepat, ia mengurut dada, "Astaghfirullaah.." Buku itu berisi kekejaman seorang Ibu yang tega membunuh anaknya sendiri karena takut miskin, sejenak ia ingat Ibunya,
"Makasih Ya Allah, Engkau memberiku Ibu yang jauh lebih baik," bathinnya. Tiba-tiba Nisa dan Ayu mengagetkan dari belakang.

Sampai di sini, mereka berpisah, Ayu ada acara keluarga. Sementara Cathy ikut Nisa ke supermarket. Gadis manis itu tampak bingung hendak membeli apa, karena semua kebutuhan sudah dibeli Ibu. Iseng diambilnya saja makanan kecil, coklat, kacang, kue-kue. Tanpa sengaja ia melihat isi keranjang belanjaan Nisa, susu tanpa lemak, gula rendah kalori, buah-buahan, ia terheran-heran.

"Kurus-kurus kok diet sich Nisa?, nggak takut kekurangan gizi?!," Nisa tersenyum. "Susu dan gula ini untuk Ibu, Beliau dapat gejala kencing manis". Cathy terbelalak, "Untuk Ibu?, Beliaukan bisa beli sendiri?!." Pertanyaannya tak digubris Nisa, iapun tak memerlukan jawaban. Sesaat ingatan Cathy melayang pada buku yang dibacanya barusan, sejenak ia termenung, mulai mengingat-ingat kesukaan Ibunya. Minuman serat yang kerap dipromosikan TV diambilnya.

*****
Ada seribu satu macam rasa yang sulit diungkap Cathy saat berada di rumah Nisa. Rumah itu tidak semewah rumahnya, malah cenderung sederhana, tapi.. mengapa hatinya begitu tenang? tidak ada sesuatupun yang istimewa, tetapi.. mengapa begitu menyenangkan?, apakah karena ada seorang wanita teduh yang layak di sebut ibu?.

"Malam ini aku bobok sini ya?," kata Cathy memelas. "Boleh.. tapi harus ijin orangtua dulu..", ucap Nisa seraya tersenyum padanya. Wajah manis itu terlihat
bahagia sekali mendengar jawaban Nisa. "Bentar ya.. Cathy.." Nisa berlalu meninggalkannya sendiri.

Di kamar sohibnya yang kecil, kembali ia merasakan sesuatu yang sulit diungkap, Cathy menatap lekat ke sekeliling ruangan. Ada seperangkat pakaian shalat, tasbih, Al Qur'an, tergeletak rapi di atas tikar permadani. Meja kerja dan deretan buku-buku Islami. Sementara dinding putih itu dibiarkan kosong, hanya dihias kaligragi Allah dan Muhammad.

Perlahan ia merebahkan diri, capek seharian berjalan. Ketika hendak mengambil bantal, ia melihat secarik kertas terlipat rapi, rasa ingin tahu mengalahkan segalanya, cepat dibukanya lipatan kertas itu, ternyata e-mail dari seorang wanita. Isi surat itu biasa-biasa saja, namun.. ketika ia sampai pada baris ke limabelas.

Dulu.. aku sempat berprasangka buruk pada Allah, Nisa... Aku merasa Allah nggak sayang padaku, aku merasa Allah nggak pernah memberiku kebahagiaan dalam hidup. Sejak umur 5 tahun, kedua orangtuaku bercerai.. kami 4
bersaudara terpencar, ada yang diambil orang lain. Aku dan adikku yang bungsu (perempuan) tinggal dengan ayah dan ibu tiri, sedang adik yang nomor 2 ikut ibu kandung. Aku tinggal dan dididik Ibu tiri yang subhanallah.. baik dan sayang sekali padaku. (Beliau sekarang sudah almarhum)

Ayah nggak kerja lagi, untuk biaya hidup sehari-hari, ibu tiriku berjualan sayur mayur gendongan. Aku tak ingin membebani mereka, sehingga kuputuskan untuk tinggal dengan ibu kandungku, Beliaulah yang membiayai
aku sekolah.
SMA kelas tiga, tahun 1987, aku dan 2 adik perempuanku diusir dari rumah (waktu itu aku baru pulang dari bimbingan belajar kira-kira jam 19.30), buku-buku pelajaranku habis disobek-sobek ibu, bahkan pada saat itu Beliau marah sambil mengacung-acungkan sebilah kapak mengancam kami.

"Keluar kamu anak-anak!, kalau tidak.. ibu bunuh kamu satu-satu!,"

Malam itu juga aku dan adik-adikku menginap di rumah tetangga depan rumah. Aku bingung saat itu, Sa.. kemana aku dan adik-adik harus pergi? kalau ke rumah ayah.. pasti kami akan jadi beban mereka. Ku coba tinggal di rumah Om (adik Ibu kandung), tapi.. istrinya keberatan kami tinggal di rumahnya dengan alasan ekonomi, padahal saat itu aku sudah bilang bahwa hanya butuh tempat berteduh pada saat malam saja, sedangkan masalah makan, kami akan berusaha cari sendiri, tapi istrinya tetap tak peduli.

Akhirnya aku ke rumah tetangga yang tidak jauh dari rumah Omku, Beliau mau menerima kami, sebagai imbalan aku bekerja untuk mereka, dari mulai ngurus rumah sampai mengurus anaknya, pokoknya sebelum mereka bangun, aku sudah masak dan nyuci. Aku diberi upah tiap hari Rp. 3000,- untuk ongkos sekolah, makan dikasi oleh yang punya rumah. Yang terfikir di benakku cuma satu, aku harus sekolah terus bagaimanapun caranya, asal aku tetap di jalan yang Allah
perbolehkan.

Alhamdulillah Sa.., aku diterima di D III-FMIPA UI jurusan matematika (beasiswa dengan ikatan dinas dari Depdikbud). Waktu aku baca pengumuman UMPTN di Kompas dan tahu diterima di UI, aku coba hubungi Ibu untuk minta bantuan Beliau mengenai biaya buku, kost, dan makanku, tetapi.. sampai di rumahnya, pintu pagar itu tak pernah dibukanya. Beliau hanya mengintip dari celah gorden, dan menyuruh pembantunya menyerahkan secarik kertas,

Segeralah menjauh dari pintu gerbang rumah ini, anak-anak!, aku tidak mau kalian kunjungi! Kami kapok??? nggak Nisa.. aku dan adik perempuanku tetap sering nengokin Ibu meskipun akhirnya kami Cuma bisa berdiri saja di depan pintu gerbang sambil kehujanan dan kepanasan.

Dalam hati, aku suka menyalahkan Allah, kenapa Dia memberikan kami ibu seperti ini? kenapa Dia membiarkan keluarga kami berantakan seperti itu? yach.. pokoknya segala ketidakpuasan kutumpahkan pada-Nya. Kesulitan hidup terus berlanjut selama aku kuliah, tapi aku yakin, selama aku tidak melanggar larangan-Nya, Allah pasti membantuku.

Alhamdulillah, aku selesai kuliah tepat waktu dan langsung diangkat jadi pegawai negeri di lingkungan SMAN 39 Jakarta. Tahun 1994 aku menikah, dan masya Allah Sa.. penderitaanku ternyata tak sampai di sini..

Mertuaku termasuk orang yang meterialistik, setiap sesuatu selalu diukur dengan uang, tuntutannya agar aku dan suami yang menanggung semua kebutuhan rumah tangganya. Masya Allah Sa.. ibunya minta kami membiayai adik-adiknya sekolah, sementara gajiku saat itu baru Rp. 114.900,- dan suamiku Rp. 85.000,-/bulan dengan uang makan Rp. 2.500,-/hari kerja, tapi.. aku bilang pada suami bahwa aku nggak keberatan, kita berikan apa yang masih bisa kita berikan. Bagiku yang terpenting, suamiku punya tanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya.

Ibu dan ayah mertuaku masih belum puas juga.. sampai-sampai Beliau seperti penjajah dalam bahtera kami. Beliau ingin mengatur segalanya, bahkan anak-anak diajarinya berkata-kata kasar pada orangtua, diajarinya berpola hidup konsumtif, tapi alhamdulillah.. dengan pendekatan ke anak-anak, aku
coba mengarahkan mereka pada kehidupan yang Allah suka, sederhana, nggak berlebihan, membeli sesuatu kalau emang sangat dibutuhkan.

Lama-kelamaan sikap mertuaku sangat menganggu fikiranku, Sa.. omongannya ke setiap tetangga yang ditemuinya bikin telingaku panas, aku nggak betah lagi tinggal serumah dengan mereka. Beliau selalu bercerita ke tetangga bahwa ibuku bekas pelacur, dan akupun kalau tidak dinikahi anaknya, sudah jadi pelacur seperti ibuku.. masya Allah.. aku bisa tahan kalau cuma aku yang mereka hina dan caci maki, tapi kalau mereka menghina ibuku, aku nggak rela! meskipun ibuku kasar sama aku.

Akhirnya, aku kompromi sama suami untuk pindah saja. Ternyata... suamikupun sudah lama ingin mengajakku pindah, tapi.. karena dulu aku yang menyarankan tinggal di situ (dengan pertimbangan daripada uangnya untuk bayar kontrakan, lebih baik untuk adiknya sekolah).

Kami pindahpun ekspansi mereka nggak berhenti, Sa.. yach.. pokoknya hal itu berlangsung terus sampai akhirnya Allah menghendaki sesuatu perubahan pada kami. Aku diberinya kesempatan kuliah lagi, aku kenal milis Islam ini, dan aku sadar ternyata Allah sayang padaku, Sa.. diberikan-Nya aku ladang amal yang sangat banyak, dengan hadirnya ibuku dan mertuaku yang sikapnya masya Allah dalam hidupku. Aku merasa malu Sa.. selama ini aku selalu berburuk sangka pada-Nya, apalagi kalau aku baca terjemahan surat Ar Rahman, masya Allah Sa.. aku bener-bener malu.. yach, nikmat mana lagi yang mau aku dustakan?..

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam sayang selalu
Puspa Thea

Sehabis membaca surat itu, ada getar kerinduan di hati Cathy pada sosok yang akhir-akhir ini dimusuhinya. Betapa sayangnya Allah telah menganugerahinya seorang ibu yang tak pernah mau membunuhnya, mengusirnya dari rumah, ataupun membiarkannya kehujanan dan kepanasan. Nikmat Allah yang mana lagi yang harus aku dustakan?, desir hatinya.

Sesaat kemudian ia tertegun melihat sosok penuh keibuan di balik lipatan terakhir surat, Subhanallah.. mata itu bening seperti kaca, Qalbunya yang bersih memancarkan cahaya keseluruh wajahnya. Puspa Thea, itukah namanya?

Sayup-sayup Cathy mendengar telapak kaki melangkah, secepat kilat ia merapikan segala sesuatu. "Silahkan di minum Non Cathy.., maaf ya kelamaan, tadi Nisa masak air dulu..," Cathy menyentuh cangkir hangat yang disuguhkan Nisa, Ya Allah.. ibu selalu membuatkan coklat susu untukku, katanya lirih.

"Nisa.. a ku ma u pu lang..," Ucapnya terpatah, Nisa terheran-heran. "Lho.. katanya mau bobok sini?!". Nisa mengiringi kepergian sahabatnya. Ia tak habis fikir kenapa secepat itu Cathy berubah.

*****

Dalam perjalanan menuju tempat kerja, Nisa hampir tak percaya dengan penglihatannya. Ia melihat Cathy begitu mesra dengan Ibunya di pasar tradisional. Jari-jari tangan mungil itu tampak penuh menenteng belanjaan,
sesekali sang ibu berusaha menolongnya, tapi Cathy tidak mau, ia terus mengelak dan tersenyum. Sesampai di kantor ia menelpon Cathy. Gadis itu terdengar ceria sekali, tak sepatah katapun bernada keluh kesah mengenai ibu yang dulu selalu keluar dari mulutnya. Apakah gerangan yang terjadi?

*****
"Masuk, Nisa..", sapa Ibu Cathy ramah setelah menjawab salamnya. Kali ini, suasana rumah itu begitu berbeda dari sebelumnya. Di pekarangan terlihat Ayah Cathy membaca koran dengan asyiknya,

"Langsung ke dalam aja, ya.. Cathy sedang istirahat, kasihan dia.. dari pagi bantuin Tante kerja" Ujar wanita itu dengan senyum merekah, Beliau tampak begitu bahagia. Nisa melangkahkan satu-satu kakinya supaya Cathy tak terusik, sayup-sayup terdengar merdu suara gadis itu,

Ya Allah Tuhanku, anugerahilah aku kemampuan untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan anugerahi pula aku kemampuan) untuk beramal shaleh yang Engkau ridhai, serta jadikanlah kebajikan bersinambung untukku pada anak keturunanku. sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (QS. Al AhQaaf 46:15)

"Eh, Nisa.. ". Ia tersipu malu, tak berapa lama kemudian mereka larut dalam perbincangan panjang mengenai perubahan yang terjadi. "Sebening kaca.. Nisa, bisakah aku memilikinya?" Nisa terkesima mendengar penuturan sahabatnya, ternyata Cathy telah membanya surat Mba' Puspa Thea, Melati yang berhati sebening kaca. Melalui goresan pena wanita itu, Allah menitipkannya hidayah.

*****
Nisa mencek inboxnya, banyak surat bertebaran di sana, beberapa Melati baru bermunculan menyapanya ramah. Tetapi, mengapa tak ada satupun surat dari Mba' Pupu?. Kerinduan Nisa semakin menyesak dada. Perlahan ia mulai menggerakkan jemari tangannya menekan tut-tuts komputer, menulis sepucuk surat.

Assalaamu'alaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh

Bagaimana khabarmu, Mba’? si kecil dan suami tercinta? Nisa do'akan semoga kalian semua sehat, senantiasa dalam lindungan Allah Swt.

Maafkan aku Mba', tanpa sengaja salah satu suratmu terbaca sahabatku. Tapi.. tanpa sengaja pula engkau telah berdakwah, melalui bahasa Qalbumu yang terukir indah di atas pena itu..

Mba'.. Nisa rindu sekali, rindu cerita-ceritamu.. rindu kekayaan bathinmu. kapan ya.. Allah mempertemukan kita?

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh
Salam manis dan sayang
Adikmu, Nisa.

18 Januari 2002
Ratna Dewi
Dikutip dari : www.geocities.com
read more “ ”

SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA


SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA
Saya ibu terburuk di dunia ini. Oh Tuhan biarlah aku menceritakan hal ini sebelum ajal menjemput.......
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam memberi ia nama Eric. Semakin berkembang semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak/pelayan, namun suami saya Sam mencegah niat buruk saya.
Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun yang kedua setelah melahirkan Eric, saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil, saya menamakannya Angelica. Saya sangat menyanyangi Angelica demikian juga Sam,
seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak yang indah-indah..... tapi tidak demikian dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya melarangnya dengan dalih menghemat keuangan keluarga dan Sam selalu menuruti perkataan saya.
Di saat Angelica berumur 2 tahun Sam meninggal dunia dan pada saat itu Eric sudah berumur 4 tahun. Keluarga kami semakin miskin disertai hutang yang semakin menumpuk. Saya mengambil sebuah keputusan yang membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya itu beserta Eric yang masih tertidur lelap, di gubuk yang terpaksa kami tinggali. Setelah saya menjual rumah untuk melunasi hutang-hutang........
Setahun.....2 tahun.........5 tahun..... 10 tahun ...... telah berlalu. sejak kejadian itu ...Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Ia seorang pendeta di gereja St. Maria. 5 tahun lamanya umur pernikahan kami, dan berkatnya sifat2 saya yang semula pemarah, egois dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit. Saya menjadi lebih sabar
dan penyanyang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami sekolahkan dia di asrama putri perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Hingga suatu malam..........
Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. wajahnya agak tampan, ia tampak pucat sekali..... ia melihat ke arah saya sambil tersenyum ia berkata, "Tante, tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada mommy" Setelah mengatakan itu ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya. "Tunggu... sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?" "Nama saya elic tante" Eric......??? Eric....... ya Tuhan kau benar-benar Eric ????? Saya langsung tersentak dan bangun. rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba teirngat kembali kisah ironis yang telah
terjadi dulu kala, seperti pemutaran film lama di kepala saya. Namun baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Dan saya mengambil keputusan untuk mati saja saat itu, yah saya harus mati, mati, mati..........
Se inchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke urat nadi saya, saat itu saya teringat kembali dengan Eric, yah Eric... Eric mommy akan menjemputmu Eric.......
Sore itu saya memarkirkan mobil Civic biru saya di samping sebuah gubuk dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary apa yang yang sebenarnya terjadi Mary???" "Oh Brad .. kau pasti akan membenci saya setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu kala". Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak......... Tapi ternyata Tuhan sungguh berbaik hati pada saya, ia memberikan suami yang begitu baik dan pengertian kepada saya......... Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti Brad dari belakang, mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang 2 meter di hadapan
saya. Dan saya mulai ingat betapa gubuk tersebut pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric.......sa.......saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu............
dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka
pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap........ Tidak terlihat apapun juga!!
Perlahan-lahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan
kecil itu, dan saya tidak melihat siapapun di dalamnya......... Hanya sepotong kain butut di atas tanah. Saya mengambilnya dan mengamatinya... air mata saya kembali mengalir, karena saya mengenali potongan kain itu adalah baju butut yang dulu dikenakan Eric
sehari-harinya...........
Beberapa saat kemudian dengan perasaan yang sulit dilukiskan saya pun keluar dari ruangan itu..... air mata saya mengalir dengan deras dan saat itu saya hanya diam saja. Saat saya dan Brad mulai naik ke mobil, meninggalkan tempat tersebut, saya melihat seseorang di belakang mobil kami dan saya sempat kaget karena keadaan saat itu sudah gelap, dan terlihat wajah orang itu begitu kotor, ternyata seorang wanita tua..... kembali saya
tersentak kaget ketika ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.... "Hei!! siapa kamu, dan mau apa kamu kemari!" Dengan memberanikan diri sayapun bertanya, "Bibi apa kamu kenal dengan seorang anak bernama Eric, ia dulu tinggal di sini!" Ia ,"kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk." "Tahukah kamu 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini. Ia terus menunggu dan memanggil mommy...... mommy, karena tidak tega saya terkadang memberinya makanan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Meskipun saya orang miskin dan pekerjaan saya mengumpulkan sampah namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu. Sampai tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini, ia belajar menulis setiap harinya selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu ..................."
Sayapun membaca kertas itu..."Mommy mengapa mommy tidak pernah kembali lagi..... mommy marah sama eric yah... mom biarlah eric yang pergi saja, tapi mommy harus berjanji kalau mommy tidak akan marah sama eric lagi. Bye Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan di mana dia sekarang??? Saya akan sangat menyanyanginya sekarang. saya tidak akan meninggalkannya lagi bu... tolong katakan!! Brad memeluk saya yang bergetar keras..."
"Nyonya semua sudah terlambat, (dengan nada melembut), sehari sebelum nyonya datang
eric telah meninggal dunia. ia meninggal di belakang gubuk ini". "Tubuhnya sangat kurus , ia sangat lemah. hanya demi menunggumu ia terus bertahan di belakang gubuk ini,
tanpa berani masuk ke dalam gubuk ini. Ia takut apabila mommy-nya datang akan pergi lagi bila melihat ia disana ... Ia hanya berharap dapat melihat mommy-nya dari belakang gubuk
ini...... meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu nyonya di sana". "Nyonya dosa anda tidak terampunkan!"

Saya langsung pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi...!!

dikutip : www.geocities.com
read more “SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA”


Sebening Kaca

"Puspa Thea, dimana dikau Mba'?, kenapa tak ada khabar beritanya?". Nisa bertanya-tanya dalam hati seraya mencermati surat-surat sahabatnya. Sudah hampir tiga bulan ini Mba' Pupu tak pernah lagi mengiriminya e-mail. Perlahan dibacanya surat terakhir wanita lembut itu sebagai pelepas rindu.

Date: Sat, 13 Oct 2001

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Pa khabar Sa? Mba' kangen banget dech. Semoga Allah yang Maha Penyayang selalu melimpahkan kasih sayang-Nya buat Nisa.

Sa.. pedih.. perih.. sakit.. rasanya kalau Mba' baca berita tentang saudara-saudara kita di Afghan, rasanya Mba' ingin sekali berbuat sesuatu untuk mereka, tapi..
Mba' cuma bisa berdo'a agar Allah yang Maha Kuasa menolong saudara-saudara kita itu.

Usaha lain yang bisa Mba' lakukan sekarang mempersiapkan putra-putri Mba' jadi hamba Allah yang di hati mereka nggak ada cinta kecuali cinta pada Allah, do'akan Mba' yach.., biar Mba' bisa jadi ibu yang baik, dan Allah berkenan menitipkan anak-anak yang kelak jadi mujahid / mujahidah.

Sa sehat, kan?. Salam sayang Mba' selalu buat Nisa Semoga rasa saling menyayangi ini mengantarkan kita jadi hamba yang dicintai Allah, amin.

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.
Mba'mu.. yang selalu kangen padamu, kapan yach Allah mempertemukan kita?..

Nisa menatap lekat e-mail tersebut, terbayang dalam benaknya hanya menjawab singkat surat itu. Ia bermaksud hendak mereplay kembali, namun tiba-tiba Ayu datang menjemputnya. Mereka janjian ke rumah Cathy pagi ini.

*****

"Ayah.. Ibu.. jangan bertengkar dooong! aku jadi pusiiing..." Teriak Cathy berusaha menghentikan pertikaian orangtuanya, namun mereka tak juga mau berhenti. Pertengkaran itu terjadi karena Ibunya tidak memperkenankannya berjilbab.

"Kamu masih muda nak.., belum pantas mengenakan jilbab!, rambut bagus kok ditutupi, mana ada pemuda zaman sekarang melirik wanita yang hanya kelihatan wajah dan tangannya? kalau Cathy nggak laku bagaimana? mau jadi perawan tua?!. Wanita berjilbab itu harus baik prilakunya, eh..Cathy tingkahnya masih begini begitu.. jangan kasi malu Ibu..!"

Cathy tidak terima disuruh melepas jilbabnya, namun Ibunya terus mendesak, buntut-buntutnya ia berkata, "Ibu jahat...," Ayah datang membela, "Biarlah Bu.., seharusnya kita bangga punya anak yang mau menutupi auratnya.."

Ibu merasa terpojok dan balik memarahi Ayah, maka terjadilah pertengkaran itu. Hal ini berulangkali terjadi sejak Cathy mengenakan pakaian yang disyariatkan Allah.

"Kita ngobrol di luar aja yuk?..," Cathy mengajak Ayu dan Nisa ke halaman rumahnya yang luas, mirip taman bermain kanak-kanak. Sejenak wajah manis itu terdiam, ia tampak jauh lebih cantik dengan gaun muslimahnya.

"Kenapa Allah memberikan Ibu seperti itu pada Cathy ya? yang Beliau fikirkan hanyalah dunia, beda jauh dengan Ayah, yang selalu berorientasi ke akhirat. Seandainya Ibuku seperti Ibumu Nisa.. Ayu.. alangkah bahagianya aku!. Cathy jadi menyesal punya Ibu.."

Sebelum sempat menghabiskan kalimatnya, Ayu buru-buru menceramahinya, "Jangan begitu, Cathy.. walau bagaimanapun ia adalah Ibu yang mengandung dan membesarkanmu.."

Cathy membela diri, "Siapa suruh mengandung dan membesarkanku? kenapa nggak dibiarkan mati aja sekalian?.., Beliau lebih senang anaknya diazab Allah daripada selamat. Apakah Itu Ibu namanya?!."

Nisa berusaha melerai kedua sahabatnya. "Daripada bertengkar, kita pergi aja yuk?, belanja, baca buku." Setelah pamit pada orangtua Cathy, merekapun pergi.

*****

Di toko buku, mereka bertiga tampak asyik memilih bacaan kesukaan masing-masing. Nisa dan Ayu ke rak buku Islami, dan Cathy ke rak majalah. Setelah agak lama terbuai dalam lautan pena, Cathy mendekati Nisa, ia geleng-geleng kepala melihat buku yang dibaca sahabatnya, Tafsir Qur'an, wuih.. mengerikan, baginya jangankan membaca, membayangkan isinya saja sudah membuatnya pusing.

Sejenak mata bundar itu terpendar pada sebuah buku, "Derita Nanda, Apa Salahku Hingga Ibu Tega Membunuhku?!" Hatinya berdebar membaca judulnya, secepat kilat jemari kecil itu menangkap, ingin tahu isinya. Setelah beberapa saat, buru-buru ia menutupnya kembali. Jantung Cathy berdetak lebih cepat, ia mengurut dada, "Astaghfirullaah.." Buku itu berisi kekejaman seorang Ibu yang tega membunuh anaknya sendiri karena takut miskin, sejenak ia ingat Ibunya,
"Makasih Ya Allah, Engkau memberiku Ibu yang jauh lebih baik," bathinnya. Tiba-tiba Nisa dan Ayu mengagetkan dari belakang.

Sampai di sini, mereka berpisah, Ayu ada acara keluarga. Sementara Cathy ikut Nisa ke supermarket. Gadis manis itu tampak bingung hendak membeli apa, karena semua kebutuhan sudah dibeli Ibu. Iseng diambilnya saja makanan kecil, coklat, kacang, kue-kue. Tanpa sengaja ia melihat isi keranjang belanjaan Nisa, susu tanpa lemak, gula rendah kalori, buah-buahan, ia terheran-heran.

"Kurus-kurus kok diet sich Nisa?, nggak takut kekurangan gizi?!," Nisa tersenyum. "Susu dan gula ini untuk Ibu, Beliau dapat gejala kencing manis". Cathy terbelalak, "Untuk Ibu?, Beliaukan bisa beli sendiri?!." Pertanyaannya tak digubris Nisa, iapun tak memerlukan jawaban. Sesaat ingatan Cathy melayang pada buku yang dibacanya barusan, sejenak ia termenung, mulai mengingat-ingat kesukaan Ibunya. Minuman serat yang kerap dipromosikan TV diambilnya.

*****
Ada seribu satu macam rasa yang sulit diungkap Cathy saat berada di rumah Nisa. Rumah itu tidak semewah rumahnya, malah cenderung sederhana, tapi.. mengapa hatinya begitu tenang? tidak ada sesuatupun yang istimewa, tetapi.. mengapa begitu menyenangkan?, apakah karena ada seorang wanita teduh yang layak di sebut ibu?.

"Malam ini aku bobok sini ya?," kata Cathy memelas. "Boleh.. tapi harus ijin orangtua dulu..", ucap Nisa seraya tersenyum padanya. Wajah manis itu terlihat
bahagia sekali mendengar jawaban Nisa. "Bentar ya.. Cathy.." Nisa berlalu meninggalkannya sendiri.

Di kamar sohibnya yang kecil, kembali ia merasakan sesuatu yang sulit diungkap, Cathy menatap lekat ke sekeliling ruangan. Ada seperangkat pakaian shalat, tasbih, Al Qur'an, tergeletak rapi di atas tikar permadani. Meja kerja dan deretan buku-buku Islami. Sementara dinding putih itu dibiarkan kosong, hanya dihias kaligragi Allah dan Muhammad.

Perlahan ia merebahkan diri, capek seharian berjalan. Ketika hendak mengambil bantal, ia melihat secarik kertas terlipat rapi, rasa ingin tahu mengalahkan segalanya, cepat dibukanya lipatan kertas itu, ternyata e-mail dari seorang wanita. Isi surat itu biasa-biasa saja, namun.. ketika ia sampai pada baris ke limabelas.

Dulu.. aku sempat berprasangka buruk pada Allah, Nisa... Aku merasa Allah nggak sayang padaku, aku merasa Allah nggak pernah memberiku kebahagiaan dalam hidup. Sejak umur 5 tahun, kedua orangtuaku bercerai.. kami 4
bersaudara terpencar, ada yang diambil orang lain. Aku dan adikku yang bungsu (perempuan) tinggal dengan ayah dan ibu tiri, sedang adik yang nomor 2 ikut ibu kandung. Aku tinggal dan dididik Ibu tiri yang subhanallah.. baik dan sayang sekali padaku. (Beliau sekarang sudah almarhum)

Ayah nggak kerja lagi, untuk biaya hidup sehari-hari, ibu tiriku berjualan sayur mayur gendongan. Aku tak ingin membebani mereka, sehingga kuputuskan untuk tinggal dengan ibu kandungku, Beliaulah yang membiayai
aku sekolah.
SMA kelas tiga, tahun 1987, aku dan 2 adik perempuanku diusir dari rumah (waktu itu aku baru pulang dari bimbingan belajar kira-kira jam 19.30), buku-buku pelajaranku habis disobek-sobek ibu, bahkan pada saat itu Beliau marah sambil mengacung-acungkan sebilah kapak mengancam kami.

"Keluar kamu anak-anak!, kalau tidak.. ibu bunuh kamu satu-satu!,"

Malam itu juga aku dan adik-adikku menginap di rumah tetangga depan rumah. Aku bingung saat itu, Sa.. kemana aku dan adik-adik harus pergi? kalau ke rumah ayah.. pasti kami akan jadi beban mereka. Ku coba tinggal di rumah Om (adik Ibu kandung), tapi.. istrinya keberatan kami tinggal di rumahnya dengan alasan ekonomi, padahal saat itu aku sudah bilang bahwa hanya butuh tempat berteduh pada saat malam saja, sedangkan masalah makan, kami akan berusaha cari sendiri, tapi istrinya tetap tak peduli.

Akhirnya aku ke rumah tetangga yang tidak jauh dari rumah Omku, Beliau mau menerima kami, sebagai imbalan aku bekerja untuk mereka, dari mulai ngurus rumah sampai mengurus anaknya, pokoknya sebelum mereka bangun, aku sudah masak dan nyuci. Aku diberi upah tiap hari Rp. 3000,- untuk ongkos sekolah, makan dikasi oleh yang punya rumah. Yang terfikir di benakku cuma satu, aku harus sekolah terus bagaimanapun caranya, asal aku tetap di jalan yang Allah
perbolehkan.

Alhamdulillah Sa.., aku diterima di D III-FMIPA UI jurusan matematika (beasiswa dengan ikatan dinas dari Depdikbud). Waktu aku baca pengumuman UMPTN di Kompas dan tahu diterima di UI, aku coba hubungi Ibu untuk minta bantuan Beliau mengenai biaya buku, kost, dan makanku, tetapi.. sampai di rumahnya, pintu pagar itu tak pernah dibukanya. Beliau hanya mengintip dari celah gorden, dan menyuruh pembantunya menyerahkan secarik kertas,

Segeralah menjauh dari pintu gerbang rumah ini, anak-anak!, aku tidak mau kalian kunjungi! Kami kapok??? nggak Nisa.. aku dan adik perempuanku tetap sering nengokin Ibu meskipun akhirnya kami Cuma bisa berdiri saja di depan pintu gerbang sambil kehujanan dan kepanasan.

Dalam hati, aku suka menyalahkan Allah, kenapa Dia memberikan kami ibu seperti ini? kenapa Dia membiarkan keluarga kami berantakan seperti itu? yach.. pokoknya segala ketidakpuasan kutumpahkan pada-Nya. Kesulitan hidup terus berlanjut selama aku kuliah, tapi aku yakin, selama aku tidak melanggar larangan-Nya, Allah pasti membantuku.

Alhamdulillah, aku selesai kuliah tepat waktu dan langsung diangkat jadi pegawai negeri di lingkungan SMAN 39 Jakarta. Tahun 1994 aku menikah, dan masya Allah Sa.. penderitaanku ternyata tak sampai di sini..

Mertuaku termasuk orang yang meterialistik, setiap sesuatu selalu diukur dengan uang, tuntutannya agar aku dan suami yang menanggung semua kebutuhan rumah tangganya. Masya Allah Sa.. ibunya minta kami membiayai adik-adiknya sekolah, sementara gajiku saat itu baru Rp. 114.900,- dan suamiku Rp. 85.000,-/bulan dengan uang makan Rp. 2.500,-/hari kerja, tapi.. aku bilang pada suami bahwa aku nggak keberatan, kita berikan apa yang masih bisa kita berikan. Bagiku yang terpenting, suamiku punya tanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya.

Ibu dan ayah mertuaku masih belum puas juga.. sampai-sampai Beliau seperti penjajah dalam bahtera kami. Beliau ingin mengatur segalanya, bahkan anak-anak diajarinya berkata-kata kasar pada orangtua, diajarinya berpola hidup konsumtif, tapi alhamdulillah.. dengan pendekatan ke anak-anak, aku
coba mengarahkan mereka pada kehidupan yang Allah suka, sederhana, nggak berlebihan, membeli sesuatu kalau emang sangat dibutuhkan.

Lama-kelamaan sikap mertuaku sangat menganggu fikiranku, Sa.. omongannya ke setiap tetangga yang ditemuinya bikin telingaku panas, aku nggak betah lagi tinggal serumah dengan mereka. Beliau selalu bercerita ke tetangga bahwa ibuku bekas pelacur, dan akupun kalau tidak dinikahi anaknya, sudah jadi pelacur seperti ibuku.. masya Allah.. aku bisa tahan kalau cuma aku yang mereka hina dan caci maki, tapi kalau mereka menghina ibuku, aku nggak rela! meskipun ibuku kasar sama aku.

Akhirnya, aku kompromi sama suami untuk pindah saja. Ternyata... suamikupun sudah lama ingin mengajakku pindah, tapi.. karena dulu aku yang menyarankan tinggal di situ (dengan pertimbangan daripada uangnya untuk bayar kontrakan, lebih baik untuk adiknya sekolah).

Kami pindahpun ekspansi mereka nggak berhenti, Sa.. yach.. pokoknya hal itu berlangsung terus sampai akhirnya Allah menghendaki sesuatu perubahan pada kami. Aku diberinya kesempatan kuliah lagi, aku kenal milis Islam ini, dan aku sadar ternyata Allah sayang padaku, Sa.. diberikan-Nya aku ladang amal yang sangat banyak, dengan hadirnya ibuku dan mertuaku yang sikapnya masya Allah dalam hidupku. Aku merasa malu Sa.. selama ini aku selalu berburuk sangka pada-Nya, apalagi kalau aku baca terjemahan surat Ar Rahman, masya Allah Sa.. aku bener-bener malu.. yach, nikmat mana lagi yang mau aku dustakan?..

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam sayang selalu
Puspa Thea

Sehabis membaca surat itu, ada getar kerinduan di hati Cathy pada sosok yang akhir-akhir ini dimusuhinya. Betapa sayangnya Allah telah menganugerahinya seorang ibu yang tak pernah mau membunuhnya, mengusirnya dari rumah, ataupun membiarkannya kehujanan dan kepanasan. Nikmat Allah yang mana lagi yang harus aku dustakan?, desir hatinya.

Sesaat kemudian ia tertegun melihat sosok penuh keibuan di balik lipatan terakhir surat, Subhanallah.. mata itu bening seperti kaca, Qalbunya yang bersih memancarkan cahaya keseluruh wajahnya. Puspa Thea, itukah namanya?

Sayup-sayup Cathy mendengar telapak kaki melangkah, secepat kilat ia merapikan segala sesuatu. "Silahkan di minum Non Cathy.., maaf ya kelamaan, tadi Nisa masak air dulu..," Cathy menyentuh cangkir hangat yang disuguhkan Nisa, Ya Allah.. ibu selalu membuatkan coklat susu untukku, katanya lirih.

"Nisa.. a ku ma u pu lang..," Ucapnya terpatah, Nisa terheran-heran. "Lho.. katanya mau bobok sini?!". Nisa mengiringi kepergian sahabatnya. Ia tak habis fikir kenapa secepat itu Cathy berubah.

*****

Dalam perjalanan menuju tempat kerja, Nisa hampir tak percaya dengan penglihatannya. Ia melihat Cathy begitu mesra dengan Ibunya di pasar tradisional. Jari-jari tangan mungil itu tampak penuh menenteng belanjaan,
sesekali sang ibu berusaha menolongnya, tapi Cathy tidak mau, ia terus mengelak dan tersenyum. Sesampai di kantor ia menelpon Cathy. Gadis itu terdengar ceria sekali, tak sepatah katapun bernada keluh kesah mengenai ibu yang dulu selalu keluar dari mulutnya. Apakah gerangan yang terjadi?

*****
"Masuk, Nisa..", sapa Ibu Cathy ramah setelah menjawab salamnya. Kali ini, suasana rumah itu begitu berbeda dari sebelumnya. Di pekarangan terlihat Ayah Cathy membaca koran dengan asyiknya,

"Langsung ke dalam aja, ya.. Cathy sedang istirahat, kasihan dia.. dari pagi bantuin Tante kerja" Ujar wanita itu dengan senyum merekah, Beliau tampak begitu bahagia. Nisa melangkahkan satu-satu kakinya supaya Cathy tak terusik, sayup-sayup terdengar merdu suara gadis itu,

Ya Allah Tuhanku, anugerahilah aku kemampuan untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan anugerahi pula aku kemampuan) untuk beramal shaleh yang Engkau ridhai, serta jadikanlah kebajikan bersinambung untukku pada anak keturunanku. sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (QS. Al AhQaaf 46:15)

"Eh, Nisa.. ". Ia tersipu malu, tak berapa lama kemudian mereka larut dalam perbincangan panjang mengenai perubahan yang terjadi. "Sebening kaca.. Nisa, bisakah aku memilikinya?" Nisa terkesima mendengar penuturan sahabatnya, ternyata Cathy telah membanya surat Mba' Puspa Thea, Melati yang berhati sebening kaca. Melalui goresan pena wanita itu, Allah menitipkannya hidayah.

*****
Nisa mencek inboxnya, banyak surat bertebaran di sana, beberapa Melati baru bermunculan menyapanya ramah. Tetapi, mengapa tak ada satupun surat dari Mba' Pupu?. Kerinduan Nisa semakin menyesak dada. Perlahan ia mulai menggerakkan jemari tangannya menekan tut-tuts komputer, menulis sepucuk surat.

Assalaamu'alaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh

Bagaimana khabarmu, Mba’? si kecil dan suami tercinta? Nisa do'akan semoga kalian semua sehat, senantiasa dalam lindungan Allah Swt.

Maafkan aku Mba', tanpa sengaja salah satu suratmu terbaca sahabatku. Tapi.. tanpa sengaja pula engkau telah berdakwah, melalui bahasa Qalbumu yang terukir indah di atas pena itu..

Mba'.. Nisa rindu sekali, rindu cerita-ceritamu.. rindu kekayaan bathinmu. kapan ya.. Allah mempertemukan kita?

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh
Salam manis dan sayang
Adikmu, Nisa.

18 Januari 2002
Ratna Dewi
Dikutip dari : www.geocities.com

SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA


SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA
Saya ibu terburuk di dunia ini. Oh Tuhan biarlah aku menceritakan hal ini sebelum ajal menjemput.......
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam memberi ia nama Eric. Semakin berkembang semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak/pelayan, namun suami saya Sam mencegah niat buruk saya.
Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun yang kedua setelah melahirkan Eric, saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil, saya menamakannya Angelica. Saya sangat menyanyangi Angelica demikian juga Sam,
seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak yang indah-indah..... tapi tidak demikian dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya melarangnya dengan dalih menghemat keuangan keluarga dan Sam selalu menuruti perkataan saya.
Di saat Angelica berumur 2 tahun Sam meninggal dunia dan pada saat itu Eric sudah berumur 4 tahun. Keluarga kami semakin miskin disertai hutang yang semakin menumpuk. Saya mengambil sebuah keputusan yang membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya itu beserta Eric yang masih tertidur lelap, di gubuk yang terpaksa kami tinggali. Setelah saya menjual rumah untuk melunasi hutang-hutang........
Setahun.....2 tahun.........5 tahun..... 10 tahun ...... telah berlalu. sejak kejadian itu ...Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Ia seorang pendeta di gereja St. Maria. 5 tahun lamanya umur pernikahan kami, dan berkatnya sifat2 saya yang semula pemarah, egois dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit. Saya menjadi lebih sabar
dan penyanyang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami sekolahkan dia di asrama putri perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Hingga suatu malam..........
Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. wajahnya agak tampan, ia tampak pucat sekali..... ia melihat ke arah saya sambil tersenyum ia berkata, "Tante, tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada mommy" Setelah mengatakan itu ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya. "Tunggu... sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?" "Nama saya elic tante" Eric......??? Eric....... ya Tuhan kau benar-benar Eric ????? Saya langsung tersentak dan bangun. rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba teirngat kembali kisah ironis yang telah
terjadi dulu kala, seperti pemutaran film lama di kepala saya. Namun baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Dan saya mengambil keputusan untuk mati saja saat itu, yah saya harus mati, mati, mati..........
Se inchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke urat nadi saya, saat itu saya teringat kembali dengan Eric, yah Eric... Eric mommy akan menjemputmu Eric.......
Sore itu saya memarkirkan mobil Civic biru saya di samping sebuah gubuk dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary apa yang yang sebenarnya terjadi Mary???" "Oh Brad .. kau pasti akan membenci saya setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu kala". Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak......... Tapi ternyata Tuhan sungguh berbaik hati pada saya, ia memberikan suami yang begitu baik dan pengertian kepada saya......... Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti Brad dari belakang, mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang 2 meter di hadapan
saya. Dan saya mulai ingat betapa gubuk tersebut pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric.......sa.......saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu............
dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka
pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap........ Tidak terlihat apapun juga!!
Perlahan-lahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan
kecil itu, dan saya tidak melihat siapapun di dalamnya......... Hanya sepotong kain butut di atas tanah. Saya mengambilnya dan mengamatinya... air mata saya kembali mengalir, karena saya mengenali potongan kain itu adalah baju butut yang dulu dikenakan Eric
sehari-harinya...........
Beberapa saat kemudian dengan perasaan yang sulit dilukiskan saya pun keluar dari ruangan itu..... air mata saya mengalir dengan deras dan saat itu saya hanya diam saja. Saat saya dan Brad mulai naik ke mobil, meninggalkan tempat tersebut, saya melihat seseorang di belakang mobil kami dan saya sempat kaget karena keadaan saat itu sudah gelap, dan terlihat wajah orang itu begitu kotor, ternyata seorang wanita tua..... kembali saya
tersentak kaget ketika ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.... "Hei!! siapa kamu, dan mau apa kamu kemari!" Dengan memberanikan diri sayapun bertanya, "Bibi apa kamu kenal dengan seorang anak bernama Eric, ia dulu tinggal di sini!" Ia ,"kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk." "Tahukah kamu 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini. Ia terus menunggu dan memanggil mommy...... mommy, karena tidak tega saya terkadang memberinya makanan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Meskipun saya orang miskin dan pekerjaan saya mengumpulkan sampah namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu. Sampai tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini, ia belajar menulis setiap harinya selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu ..................."
Sayapun membaca kertas itu..."Mommy mengapa mommy tidak pernah kembali lagi..... mommy marah sama eric yah... mom biarlah eric yang pergi saja, tapi mommy harus berjanji kalau mommy tidak akan marah sama eric lagi. Bye Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan di mana dia sekarang??? Saya akan sangat menyanyanginya sekarang. saya tidak akan meninggalkannya lagi bu... tolong katakan!! Brad memeluk saya yang bergetar keras..."
"Nyonya semua sudah terlambat, (dengan nada melembut), sehari sebelum nyonya datang
eric telah meninggal dunia. ia meninggal di belakang gubuk ini". "Tubuhnya sangat kurus , ia sangat lemah. hanya demi menunggumu ia terus bertahan di belakang gubuk ini,
tanpa berani masuk ke dalam gubuk ini. Ia takut apabila mommy-nya datang akan pergi lagi bila melihat ia disana ... Ia hanya berharap dapat melihat mommy-nya dari belakang gubuk
ini...... meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu nyonya di sana". "Nyonya dosa anda tidak terampunkan!"

Saya langsung pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi...!!

dikutip : www.geocities.com

[X]

comment here...


ShoutMix chat widget

chat room

About Me

My photo
Blitar, Jawa Timur, Indonesia
A HEART dies when it is not able to share its FEELINGS.., but a HEART Kills itself when another Heart doesnot Understand its Feelings...

Followers

Plurk