http://img412.imageshack.us/img412/4403/image15jc7.gif http://img100.imageshack.us/img100/4658/image12du2.gif

KEAJAIBAN DUNIA


Sekolompok siswa-siswi sedang mempelajari alam dunia yang sering disebut “Tujuh Keajaiban Dunia”.
Pada awal pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka fakir merupakan “Tujuh Keajaiban Dunia” saat ini. Walaupun ada beberapa ketidaksesuaian, sebagian besar yang mereka tulis :
1.Piramida
2.Taj Mahal
3.Tembok Besar Cina
4.Menara Pisa
5.Kuil Angkor
6.Menara Eiffel
7.Kuil Parthenon

Ketika mengumpulkan daftar pilihan, guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gaids pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan membuat daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, “Ya, sedikit. Saya tidak dapat memilih karena sangat banyak.” Guru itu berkata, “Baik, katakana pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami dapat membantu memilihnya.”
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca “Saya fakir, “Tujuh Keajaiban Dunia” adalah :
1. Dapat melihat
2. Dapat mendengar
3. Dapat menyentuh
4. Dapat menyayangi, Dia ragu sebentar, dan kemudian melanjutkan,…
5. Dapat merasakan
6. Dapat tertawa
7. Dan dapat mencintai…

Ruang kelas sunyui seketika….
Mudah untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya “keajaiban”. Sementara melihat semua yang telah Allah karuniakan, menyebutnya sebagai “biasa”.
Ketika bumi bergoncang hingga menjadikan ibu-ibu yang sedang mengandung rontok kandungannya… adakah hal biasa? Dan bukan keajaiban?

Hai manusia, bertakwalah kepada Robbmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat dahsyat. (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (QS. Al Hajj : 1-2)

Dikutip Mutiara, volume 23
read more “KEAJAIBAN DUNIA”

MANGKUK TAK BERALAS


Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini : Apa yang engkau inginkan dariku?

Si pengemis itu tersenyum dan berkata : Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.

Sang raja terkejut, ia merasa tertantang : Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah! Maka menjawablah sang pengemis : Berpikirlah dua kali, wahaui tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.

Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis. Sudah aku katakana, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya raya.

Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah : Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan. Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis dihadapannya.

Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah. Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan : emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya : Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini? Pengemis itu menjawab sambil tersenyum : Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas.

Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mabgkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru.

Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : powet tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak. Raja itu bertanya lagi :

Adakah cara untuk menutup alas mangkuk itu? Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu. Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Se-sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14] : 7).



Cahaya Hikmah, edisi 15 / Januari 2008

read more “MANGKUK TAK BERALAS”

RAJA SEHARI


Pernah hidup seorang Raja tua yang sangat bijaksana, memerintah sebuah negeri yang aman tenteram dan makmur sentora. Suatu malam, Raja tua dan pembantunya berkeliling kota dan menemukan sebuah gubug yang kumuh.

Raja tua mengendap mendekati gubug itu dan mencuri dengar. Rupanya gubug itu dihuni oleh seorang janda miskin beranak satu. Sang anak menangis kelaparan, sementara sang Ibu sibuk menghibur si anak. “Sabarlah nak. Ibu akan menghadap Raja besok. Ibu dengar dia Raja yang murah hati. Dia pasti akan memberikan makanan bagi kita.”

Raja tua terenyuh hatinya dan memanggil sang pembantu, :Jika mereka sudah tidur, ambil anaknya dan letakkan di tempat tidurku. Besok, aku ingin dia menjadi Raja selama satu hati. Sehingga saat Ibunya datang menghadap, dia bisa memberikan sebanyak apapun harta kekayaan istanaku kepada Ibunya.” Si anak bangun tidur di kamar Raja yang mewah. Para pelayan istana memberikan penghormatan kepada si anak, selayaknya seorang Raja. Mereka melayani dia dari keperluan mandi hingga sarapan. Dari pagi hingga siang, si anak bermain-main dengan para Pangeran dan Putri istana. Semuanya menghormati dia selayaknya seorang Raja. Si anak mulai berpikir bahwa dia akan seterusnya tinggal di istana sebagai seorang raja. Dia mulai menikmati segala kemewahan disekelilingnya.

Tiba saatnya Raja duduk di ruang sidang, memutuskan masalah rakyat. Disamping singgasana Raja, duduk Penasehat Agung Kerajaan, yang tiada lain adalah Raja Tua yang asli. Satu demi satu Raja memutuskan urusan rakyat dengan bijaksana, atas saran bijak Penasehat Agung. Hingga tiba giliran sang Ibu yang miskin untuk menghadap. Malu, sang Ibu hanya tertunduk, tidak berani memandang Raja. Tapi Raja dapat mengenali Ibunya. Usai mendengarkan penuturan ibunya, Raja memerintahkan untuk memberikan dua karung gandum dan sepuluh keeping uang emas kepada ibunya. Penasihat Agung dan pembesar lainnya terkejut.

“Yang mulia,” tegur Penasihat Agung. “Kekayaan istana ini sungguh tidak terbatas. Kita bisa memberikan lebih banyak lagi.” “Yang Mulia,” Menteri Pangan bangkit dari kursinya. “Menurut perhitungan hamba, jika Tuanku menyerahkan 1000 lumbung padi sekalipun, negera masih memiliki kelimpahan yang tidak terbatas. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

“Tuanku,” Bendahara Negeri ikut menimpali. “Menurut hitungan hamba, jika Tuanku mengeluarkan seluruh persediaan emas Negara untuk Ibu ini, Negara masih tetap kayak arena bulan depan kita akan memperoleh pendapatan emas dua kali lipat dari hari ini. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

Demikianlah, Penasihat Agung dan satu demi satu pembesar kerajaan mencoba membujuk Raja untuk memberikan lebih kepada Ibunya. Tetapi raja tidak perduli. Dia bahkan marah dengan usulan-usulan yang dianggap mempertanyakan otoritasnya itu. Sang Ibu yang miskin akhirnya pulang dengan dua karung gandum dan sepuluh keping uang emas.

Ketika matahari tenggelam, si anak tertidur kelelahan. Raja Tua berkata kepada pembantunya, “Aku telah menggenapi janjiku untuknya. Kembalikan lagi dia ke rumah Ibunya.” Sang anak terbangun kembali di gubugnya. Dia pikir dia baru bermimpi. Namun dia terkejut mendengar cerita Ibunya. Si anak segera menyadari kesalahannya, dan berlari ke istana menemui Raja Tua. “Yang Mulia, ampuni hamba. Hamba kini menyadari maksud Baginda. Hamba mohon, kembalikan hamba menjadi Raja, agar hamba bisa memberikan lebih kepada Ibu hamba.”

“Tidak bisa,” kata Raja.

“Satu menit saja, Yang Mulia. Sekedar memerintahkan untuk memberikan lebih kepada ibunda hamba.”

“Anakku,” kata Raja. “Waktumu telah berlalu. Apa yang telah engkau berikan untuk ibumu, itulah yang akan engkau nikmati.”

========================== 000 ==========================

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan) : “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)

Semoga kita semua tidak tertipu seperti anak itu, yang mengira dia akan menjadi Khalifah / Raja selamanya di atas dunia.


Cahaya Hikmah, edisi 20 / Juni 2007

read more “RAJA SEHARI”

Hati yang Indah


Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikit pun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dan kerumunan, tampil ke depan dan berkata “Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?” kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa “Anda pasti bercanda, pak tua”. Katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan.”

“Ya”, kata pak tua itu, “hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka,dan seringkali mereka juga memberikan sobekan hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang seobekan memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu?

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobekan dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutupi luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir ke dalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.


dikutip dari Cahaya Hikmah, edisi 01/ 2006

read more “Hati yang Indah”

Ibu yang luar biasa


Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. “Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua,” jawab ibu itu. “Wouw… hebat sekali putra ibu.” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya. “Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya bu?? Bagaimana dengan kakak adik-adiknya?” Oh ya tentu.” si ibu bercerita : “Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.”

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. “Terus bagaimana dengan anak pertama ibu??” Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak.” Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu.. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani??”

Dengan tersenyum ibu itu menjawab,

“Ooo.. tidak… tidak begitu nak… Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”

Note : Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlan SIAPA KAMU tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN.”


dikutip dari Cahaya Hikmah, edisi 26 / Desember 2008

read more “Ibu yang luar biasa”

Kisah seorang ibu yang tabah


Suatu ketika si ibu melakukan perjalanan dengan menumpang perahu layer dari daratan tempat kediamannya menyeberangi lautan menuju suatu daerah dimana anaknya sedang menuntut ilmu. Ditengah perjalanan, perahu tiba-tiba datang badai dan ombak yang sangat ganas menghempaskan perahu, sehingga perahu layar tersebut berjalan tak tentu arah terbawa ombak. Melihat kejadian tersebut, semua penumpang kecuali ibu ini, berteriak-teriak histeris karena ketakutan, ada yang mencari pelampung, ada yang saling berpelukan dengan anggota keluarga dan teman seperjalanan dan ada juga yang sudah meloncat ke air untuk berusaha berenang mencari pantai di lautan yang tidak kelihatan tepiannya. Sang nahkoda tetap berusaha mengendalikan perahu layar tersebut semampunya dengan harapan jangan sampai perahu itu terbaik dan tenggelam.

Dalam keadaan yang sudah kacau balau tersebut, si ibu tetap duduk dengan tenang sambil sesekali menengadahkan wajah dan tangannya ke atas dengan bibir komat-kamit. Seorang awak kapal ternyata memperhatikan si ibu tua itu dan kemudian ia mendekati seraya berkata : “Ibu… apa yang sedang engkau lakukan, mengapa ibu diam saja dan tidak berusaha untuk menyelamatkan diri…?” Lalu sang ibu memandang awak kapal itu dengan senyum sangat ikhlas dan tenang, lalu dia berkata : “Apakah yang dapat aku lakukan disaat seperti ini..?” Awak kapal menjawab : “Pergilah cari pelampung atau masuklah ke sekoci bersama dengan penumpang yang lain.” Si ibu kembali bertanya… “Apakah dengan kondisiku yang sedemikian ini akan mampu berebut pelampung atau mampu bertahan untuk saling mendorong di dalam sekoci yang sekecil itu…? Apakah kapal ini tidak lebih besar dari sekoci itu untuk tempat berteduk dan berlindung..?” lalu sang awak kapal menjawab : “Ibu, kapal ini akan tenggelam karena sudah terlalu banyak air laut yang masuk.” Kemudian si ibu menjawab : “Aku sangat berbahagia untuk tetap tinggal di kapal ini, karena sekoci dan pelampung itu tidak akan pernah sampai ke daratan yang akan kita tuju, karena mereka tidak akan kuasa menentukan arahnya, sementara jikalau Tuhan mengujinkan kapal ini bertahan, maka akan sampailah kita ke daratan tujuan kita dan aku akan bertemu dengan anakku yang kucintai yang sedang menungguku disana.” Si awak kapal bingung dan kembali bertanya : “Bagaimana sekiranya kita tidak mampu untuk meneruskan perjalanan dan kita putar haluan untuk kembali....?” si ibu menjawab : “Aku juga akan berbahagia, karena aku akan kembali berkumpul dengan suamiku yang sedang menungguku di rumah…” Lalu si awak kapal kembali bertanya : “Bagaimana kalau kapal ini tengggelam dan kita akan mati ditelan ombak badai…?” si ibu kembali menjawab dengan tenang dan senyum : “Aku juga akan tetap berbahagia, karena aku akan bertemu dengan anakku yang telah lama pergi menghadap Sang Penciptanya.” Seketika itu sang awak kapal baru tersadar…, ternyata ketabahan ibu ini sungguh luar biasa, lalu dengan tangan yang lembut ia menuntun ibu tua itu untuk masuk menuju ruang awak kapal serta berkata “Terimakasih Ibu, engkau telah memberiku pelajaran yang sangat berharga, bahwa hidup harus dihadapi dengan ketenangan jiwa dan terutama penyerahan diri kepada Tuhan Sang Pencipta.

dikutip dari Cahaya Hikmah, Edisi 26 / Desember 2008

read more “Kisah seorang ibu yang tabah”

KEAJAIBAN DUNIA


Sekolompok siswa-siswi sedang mempelajari alam dunia yang sering disebut “Tujuh Keajaiban Dunia”.
Pada awal pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka fakir merupakan “Tujuh Keajaiban Dunia” saat ini. Walaupun ada beberapa ketidaksesuaian, sebagian besar yang mereka tulis :
1.Piramida
2.Taj Mahal
3.Tembok Besar Cina
4.Menara Pisa
5.Kuil Angkor
6.Menara Eiffel
7.Kuil Parthenon

Ketika mengumpulkan daftar pilihan, guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gaids pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan membuat daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, “Ya, sedikit. Saya tidak dapat memilih karena sangat banyak.” Guru itu berkata, “Baik, katakana pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami dapat membantu memilihnya.”
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca “Saya fakir, “Tujuh Keajaiban Dunia” adalah :
1. Dapat melihat
2. Dapat mendengar
3. Dapat menyentuh
4. Dapat menyayangi, Dia ragu sebentar, dan kemudian melanjutkan,…
5. Dapat merasakan
6. Dapat tertawa
7. Dan dapat mencintai…

Ruang kelas sunyui seketika….
Mudah untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya “keajaiban”. Sementara melihat semua yang telah Allah karuniakan, menyebutnya sebagai “biasa”.
Ketika bumi bergoncang hingga menjadikan ibu-ibu yang sedang mengandung rontok kandungannya… adakah hal biasa? Dan bukan keajaiban?

Hai manusia, bertakwalah kepada Robbmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat dahsyat. (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (QS. Al Hajj : 1-2)

Dikutip Mutiara, volume 23

MANGKUK TAK BERALAS


Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini : Apa yang engkau inginkan dariku?

Si pengemis itu tersenyum dan berkata : Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.

Sang raja terkejut, ia merasa tertantang : Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah! Maka menjawablah sang pengemis : Berpikirlah dua kali, wahaui tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.

Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis. Sudah aku katakana, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya raya.

Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah : Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan. Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis dihadapannya.

Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah. Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan : emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya : Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini? Pengemis itu menjawab sambil tersenyum : Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas.

Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mabgkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru.

Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : powet tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak. Raja itu bertanya lagi :

Adakah cara untuk menutup alas mangkuk itu? Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu. Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Se-sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14] : 7).



Cahaya Hikmah, edisi 15 / Januari 2008

RAJA SEHARI


Pernah hidup seorang Raja tua yang sangat bijaksana, memerintah sebuah negeri yang aman tenteram dan makmur sentora. Suatu malam, Raja tua dan pembantunya berkeliling kota dan menemukan sebuah gubug yang kumuh.

Raja tua mengendap mendekati gubug itu dan mencuri dengar. Rupanya gubug itu dihuni oleh seorang janda miskin beranak satu. Sang anak menangis kelaparan, sementara sang Ibu sibuk menghibur si anak. “Sabarlah nak. Ibu akan menghadap Raja besok. Ibu dengar dia Raja yang murah hati. Dia pasti akan memberikan makanan bagi kita.”

Raja tua terenyuh hatinya dan memanggil sang pembantu, :Jika mereka sudah tidur, ambil anaknya dan letakkan di tempat tidurku. Besok, aku ingin dia menjadi Raja selama satu hati. Sehingga saat Ibunya datang menghadap, dia bisa memberikan sebanyak apapun harta kekayaan istanaku kepada Ibunya.” Si anak bangun tidur di kamar Raja yang mewah. Para pelayan istana memberikan penghormatan kepada si anak, selayaknya seorang Raja. Mereka melayani dia dari keperluan mandi hingga sarapan. Dari pagi hingga siang, si anak bermain-main dengan para Pangeran dan Putri istana. Semuanya menghormati dia selayaknya seorang Raja. Si anak mulai berpikir bahwa dia akan seterusnya tinggal di istana sebagai seorang raja. Dia mulai menikmati segala kemewahan disekelilingnya.

Tiba saatnya Raja duduk di ruang sidang, memutuskan masalah rakyat. Disamping singgasana Raja, duduk Penasehat Agung Kerajaan, yang tiada lain adalah Raja Tua yang asli. Satu demi satu Raja memutuskan urusan rakyat dengan bijaksana, atas saran bijak Penasehat Agung. Hingga tiba giliran sang Ibu yang miskin untuk menghadap. Malu, sang Ibu hanya tertunduk, tidak berani memandang Raja. Tapi Raja dapat mengenali Ibunya. Usai mendengarkan penuturan ibunya, Raja memerintahkan untuk memberikan dua karung gandum dan sepuluh keeping uang emas kepada ibunya. Penasihat Agung dan pembesar lainnya terkejut.

“Yang mulia,” tegur Penasihat Agung. “Kekayaan istana ini sungguh tidak terbatas. Kita bisa memberikan lebih banyak lagi.” “Yang Mulia,” Menteri Pangan bangkit dari kursinya. “Menurut perhitungan hamba, jika Tuanku menyerahkan 1000 lumbung padi sekalipun, negera masih memiliki kelimpahan yang tidak terbatas. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

“Tuanku,” Bendahara Negeri ikut menimpali. “Menurut hitungan hamba, jika Tuanku mengeluarkan seluruh persediaan emas Negara untuk Ibu ini, Negara masih tetap kayak arena bulan depan kita akan memperoleh pendapatan emas dua kali lipat dari hari ini. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

Demikianlah, Penasihat Agung dan satu demi satu pembesar kerajaan mencoba membujuk Raja untuk memberikan lebih kepada Ibunya. Tetapi raja tidak perduli. Dia bahkan marah dengan usulan-usulan yang dianggap mempertanyakan otoritasnya itu. Sang Ibu yang miskin akhirnya pulang dengan dua karung gandum dan sepuluh keping uang emas.

Ketika matahari tenggelam, si anak tertidur kelelahan. Raja Tua berkata kepada pembantunya, “Aku telah menggenapi janjiku untuknya. Kembalikan lagi dia ke rumah Ibunya.” Sang anak terbangun kembali di gubugnya. Dia pikir dia baru bermimpi. Namun dia terkejut mendengar cerita Ibunya. Si anak segera menyadari kesalahannya, dan berlari ke istana menemui Raja Tua. “Yang Mulia, ampuni hamba. Hamba kini menyadari maksud Baginda. Hamba mohon, kembalikan hamba menjadi Raja, agar hamba bisa memberikan lebih kepada Ibu hamba.”

“Tidak bisa,” kata Raja.

“Satu menit saja, Yang Mulia. Sekedar memerintahkan untuk memberikan lebih kepada ibunda hamba.”

“Anakku,” kata Raja. “Waktumu telah berlalu. Apa yang telah engkau berikan untuk ibumu, itulah yang akan engkau nikmati.”

========================== 000 ==========================

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan) : “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)

Semoga kita semua tidak tertipu seperti anak itu, yang mengira dia akan menjadi Khalifah / Raja selamanya di atas dunia.


Cahaya Hikmah, edisi 20 / Juni 2007

Hati yang Indah


Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikit pun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dan kerumunan, tampil ke depan dan berkata “Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?” kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa “Anda pasti bercanda, pak tua”. Katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan.”

“Ya”, kata pak tua itu, “hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka,dan seringkali mereka juga memberikan sobekan hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang seobekan memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu?

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobekan dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutupi luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir ke dalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.


dikutip dari Cahaya Hikmah, edisi 01/ 2006

Ibu yang luar biasa


Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. “Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua,” jawab ibu itu. “Wouw… hebat sekali putra ibu.” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya. “Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya bu?? Bagaimana dengan kakak adik-adiknya?” Oh ya tentu.” si ibu bercerita : “Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.”

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. “Terus bagaimana dengan anak pertama ibu??” Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak.” Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu.. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani??”

Dengan tersenyum ibu itu menjawab,

“Ooo.. tidak… tidak begitu nak… Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”

Note : Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlan SIAPA KAMU tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN.”


dikutip dari Cahaya Hikmah, edisi 26 / Desember 2008

Kisah seorang ibu yang tabah


Suatu ketika si ibu melakukan perjalanan dengan menumpang perahu layer dari daratan tempat kediamannya menyeberangi lautan menuju suatu daerah dimana anaknya sedang menuntut ilmu. Ditengah perjalanan, perahu tiba-tiba datang badai dan ombak yang sangat ganas menghempaskan perahu, sehingga perahu layar tersebut berjalan tak tentu arah terbawa ombak. Melihat kejadian tersebut, semua penumpang kecuali ibu ini, berteriak-teriak histeris karena ketakutan, ada yang mencari pelampung, ada yang saling berpelukan dengan anggota keluarga dan teman seperjalanan dan ada juga yang sudah meloncat ke air untuk berusaha berenang mencari pantai di lautan yang tidak kelihatan tepiannya. Sang nahkoda tetap berusaha mengendalikan perahu layar tersebut semampunya dengan harapan jangan sampai perahu itu terbaik dan tenggelam.

Dalam keadaan yang sudah kacau balau tersebut, si ibu tetap duduk dengan tenang sambil sesekali menengadahkan wajah dan tangannya ke atas dengan bibir komat-kamit. Seorang awak kapal ternyata memperhatikan si ibu tua itu dan kemudian ia mendekati seraya berkata : “Ibu… apa yang sedang engkau lakukan, mengapa ibu diam saja dan tidak berusaha untuk menyelamatkan diri…?” Lalu sang ibu memandang awak kapal itu dengan senyum sangat ikhlas dan tenang, lalu dia berkata : “Apakah yang dapat aku lakukan disaat seperti ini..?” Awak kapal menjawab : “Pergilah cari pelampung atau masuklah ke sekoci bersama dengan penumpang yang lain.” Si ibu kembali bertanya… “Apakah dengan kondisiku yang sedemikian ini akan mampu berebut pelampung atau mampu bertahan untuk saling mendorong di dalam sekoci yang sekecil itu…? Apakah kapal ini tidak lebih besar dari sekoci itu untuk tempat berteduk dan berlindung..?” lalu sang awak kapal menjawab : “Ibu, kapal ini akan tenggelam karena sudah terlalu banyak air laut yang masuk.” Kemudian si ibu menjawab : “Aku sangat berbahagia untuk tetap tinggal di kapal ini, karena sekoci dan pelampung itu tidak akan pernah sampai ke daratan yang akan kita tuju, karena mereka tidak akan kuasa menentukan arahnya, sementara jikalau Tuhan mengujinkan kapal ini bertahan, maka akan sampailah kita ke daratan tujuan kita dan aku akan bertemu dengan anakku yang kucintai yang sedang menungguku disana.” Si awak kapal bingung dan kembali bertanya : “Bagaimana sekiranya kita tidak mampu untuk meneruskan perjalanan dan kita putar haluan untuk kembali....?” si ibu menjawab : “Aku juga akan berbahagia, karena aku akan kembali berkumpul dengan suamiku yang sedang menungguku di rumah…” Lalu si awak kapal kembali bertanya : “Bagaimana kalau kapal ini tengggelam dan kita akan mati ditelan ombak badai…?” si ibu kembali menjawab dengan tenang dan senyum : “Aku juga akan tetap berbahagia, karena aku akan bertemu dengan anakku yang telah lama pergi menghadap Sang Penciptanya.” Seketika itu sang awak kapal baru tersadar…, ternyata ketabahan ibu ini sungguh luar biasa, lalu dengan tangan yang lembut ia menuntun ibu tua itu untuk masuk menuju ruang awak kapal serta berkata “Terimakasih Ibu, engkau telah memberiku pelajaran yang sangat berharga, bahwa hidup harus dihadapi dengan ketenangan jiwa dan terutama penyerahan diri kepada Tuhan Sang Pencipta.

dikutip dari Cahaya Hikmah, Edisi 26 / Desember 2008

[X]

comment here...


ShoutMix chat widget

chat room

About Me

My photo
Blitar, Jawa Timur, Indonesia
A HEART dies when it is not able to share its FEELINGS.., but a HEART Kills itself when another Heart doesnot Understand its Feelings...

Followers

Plurk