TABIR TAKDIR CINTA
Maya keluar dari kelas. Tapi tas yang digambloknya terasa berat. Dia menoleh,Neneng sudah nyengir d belakangnya,jilbabnya berantakan.
“Ada apa neng?”
“Hehe,,,jadi nggak may mau nemenin aku ke pesantren? Katanya kemaren mau ikut. Gmn?’’
Maya berpikir sejenak,kemudian tersnyum. Berlalulah mereka dari gerbang sekolah dengan Toyota yaris biru milik Maya. Di perjalanan,Neneng banyak bercerita dengan kehidupan pondok. Dia juga tidak tahu banyak,hanya sekedar sering denger cerita dari temannya yang mondok di situ. Maya hanya sedikit memerhatikan cerita Neneng,maklum,dia sibuk menerobos kumpulan kendaraan yang tak terhitung jumlahnya.
“ALMA’HAD ALISLAMIY ALMADANIY”
“Ini tempatnya neng?” Neneng mengangguk. Maya memarkirkan mobilnya di halaman seberang gerbang pesantren.
Ketika hampir sampai pesntren,Maya berhenti sejenak. Pusing itu datang lagi. Dari tadi pagi dia sudah merasakan badannya agak lemas.
“May,kamu nggak mau ikut masuk?” Tanya Neneng ketika sadar Maya jauh tertinggal di belakangnya. Melihat Maya diam,Neneng menghampirinya. “Ya ALLAH may,kamu pucat begini!!”
Maya tersadar,”Ah,nggak papa kok.”
“Beneran?”
Maya mengangguk. “Eh,enaknya aku masuk nggak? Aku kan nggak pake jilbab kayak kamu gini. Mana masih pake seragam sekolah lagi,emang boleh masuk gitu?”
Neneng tertawa kecil, “Emang mall,siswa berseragam nggak boleh masuk?!! Nggak papa kok,yuk!”
Akhirnya Maya mengikuti Neneng menuju gerbang pesantren. Neneng terlihat ngobrol sebentar dengan penjaganya,mungkin minta dipanggilkan temannya. Mereka disuruh masuk dan menunggu di ruang tamu. Tapi belum sampai di ruang tamu,Maya tidak sanggup lagi berjalan. Dia sudah tidak tahan menahan sakit dan lemas di badannya. Dia pun ambruk.
Neneng menoleh tersentak. Dia bingung mendapati temannya jatuh pingsan. Kebetulan di sekitar situ masih sepi,tidak ada orang yang lewat. “Aduh,gimana ini??” Neneng kebingungan. Dia menoleh kesana kemari,tapi nihil,sepi. Tidak lama,seorang lelaki berkopiah hitam keluar dari satu ruangan. Langsung Neneng meminta bantuan pada cowok itu.
“Mas,mas.” Cowok itu menoleh dan langsung buru2 menghampiri mereka. Neneng menjelaskan awal mula keadaan. Langsung lelaki itu menggendong Maya,membawanya ke ruang kesehatan.
Neneng dan lelaki itu masih menunggu di samping Maya. Sudah setengah jam,tapi Maya belum sadarkan diri. Dan mereka sengaja tidak membangunkan Maya,karena menurut Arga-lelaki yang menggendong Maya,yang tidak lain adalah ustad di pondok tersebut-Maya pingsan karena kecapekan. Tapi entah capek jasmani atau rohani. Yang pasti,Maya butuh istirahat.
“sampai kapan kak,kita nunggu dia bangun? Bener nih nggak usah dibangunin?” Neneng melas menatap sahabatnya yang begitu pucat berbaring.
“Kita tunggu lima belas menit lagi,kalau dia belum sadarkan diri juga…” belum selesai bicara,mereka melihat jari tangan Maya bergerak. Kelopak matanya juga menandakan kalau dia mau melek.
“Alhamdulillah dia sadar. Sebentar,saya ambilkan air dulu.”
Maya membuka matanya dengan sempurna. Dia juga sudah bisa melihat sekelilingnya lengkap. Neneng dengan jilbab abu2nya tepat di sampingnya. Selain Neneng,semua terasa asing untuk Maya.
“Aku di mana neng?” Neneng menceritakan kejadian ketika Maya jatuh pingsan dan bagaimana dia bisa terbaring di sini. Selesai cerita,Arga datang membawa segelas air putih. Maya sekilas menatapnya,tek! Maya merasakannya,sesuatu di hatinya ketika memandang Arga barusan.
“Mbak,saya sudah menghubungi bagian kesehatan putri. Insya ALLAH mereka akan memindahkan temen mbak ini k ruang kesehatan putri.” Arga menyerahkan gelas itu ke Neneng,memintanya supaya membantu Maya minum air.
“Mbak,namanya siapa?”
“Maya.” Suaranya masih terdengar lemah.
“oh,mbak Maya sebentar lagi..”
“Nggak,saya mau pulang!”
“Tapi May,mustahil. Siapa yang mau nganter kita? Kamu nggak mungkin nyetir dalam keadaan kayak gini!”
Maya masih kukuh mau pulang. sebenarnya dia sadar badannya masih sangat lemas,kepalanya juga masih sakit. Tapi dia benar2 nggak mau ada di sini,karena wajah Arga terlalu indah untuk dinikmati. Maya takut jatuh cinta dengan cowok itu.
Akhirnya Maya ngotot berdiri,melipat selimut yang tadi dipakainya. “Lihat,aku sudah sehat kan?!” lalu menggandeng Neneng yang masih bingung melihat Maya yang tiba2 bangkit dari kasur. “Terima kasih atas bantuannya.” Dengan jutek Maya pamit dengan Arga. Dan Arga,dengan lembutnya malah tersenyum dan mengikuti mereka,mengantar mereka sampai gerbang pesantren,memastikan kalau Maya akan baik-baik saja.
Maya berjalan kesal,tapi di hatinya dia merasa tak mau beranjak dari tempat itu. Dia teringat mimpinya ketika ia pingsan tadi. Di mimpi itu,dia digendong oleh seorang lelaki,begitu wangi,lembut,tapi wajahnya tertutupi. Dan wangi itu masih membekas. Maya membuka gerbang sedikit,tapi tangannya kembali gemetaran,pusingnya kembali bertambah,kakinya lemas,dia jatuh lagi!! Tapi kali ini tidak pingsan,dia masih sadar,tapi dia tidak sanggup berdiri.
Arga yang melihat itu,langsung berlari menghampiri mereka. “Kalau memang mbak Maya bener2 mau pulang,biar saya antarkan,kebetulan saya bisa nyetir kok.” Sebenarnya Maya sudah mau menolak,tapi Neneng dengan semangat mengiyakan.
Dan di sinilah mereka sekarang,di dalam mobil,terjebak kemacetan malam kota. Maya duduk lemas bersandar di pundak Neneng. Matanya dia pejamkan,sebenarnya dia juga ingin memisahkan ruh dari jasadnya,tujuannya hanya satu,supaya dia bisa tidak melihat dan mendengar suara Arga. Tapi tidak bisa,matanya memang terpejam,tapi dia msih benar2 ada di dalam mobil itu,mendengar percakapan antara Arga dan Neneng yang mulai ngarol ngidul.
Arga,lulusan S1 FK UI,lulusan terbaik. Tapi setelah lulus,dia malah ingin mengabdikan semuanya ke kiainya. Jadilah ia ustad juga pakar kesehatan di pondok almadaniy. Padahal,banyak sudah rumah sakit yang meliriknya dan menawarkannya beasiswa spesialis dan langsung bisa kerja di rumah sakit tersebut dengan gaji yang tidak sedikit. Tapi Arga menolak semua,bismillah,dia ingin memperbaiki agamanya. Sampai situ,Arga bercerita tentang dirinya.
Dan Neneng mulai cerita tentang kehidupannya di sekolah,juga teman2nya dan tidak lupa rohis kebanggaannya.
“Tapi,kok Maya nggak kamu ajak pake hijab juga? Bukannya apa,sayang saja,Maya itu masya ALLAH,jadi sayang kalau malah jadi santapan laki-laki nakal.” Sampai situ aku terkejut! Siapa dia? Soknya perhatian sampai bilang begitu. Kenal juga baru. Tapi kenapa dia,dari kata-nya barusan sebegitu inginnya Maya pake hijab sperti Neneng? Maya semakin lemas. Hatinya makin dipenuhi bunga2 cinta.
***
sebulan berlalu dari kejadian pesantren itu. Maya berusaha dengan sepenuh hatinya untuk melupaka Arga. Tapi sayang,Neneng tidak mendukung,di setiap waktu dia malah asyik berkata, “Iya,kata kak Arga…” semua makin mengingatkannya pada Arga,sosok lelaki yang baru membuka hatinya kembali. Maya tidak pernah cerita apapun perihal perasaan itu pada Neneng. Dia ingin menyimpannya sendiri,untuknya,tidak untuk yang lain.
Pertanyaan Arga malam itu,perihal dirinya yang tidak berhijab,kini terngiang begitu jelas di pikirannya. Malam ini,Maya tidak henti2nya mondar mandir di kamarnya. Padahal besok,ujian terakhir menantinya. Tapi pikirannya terus dipenuhi pertanyaan,mampukah dia menghijabi diri juga hatinya? Makin lama mondar mandir,Maya makin tidak menemukan jawaban itu. Akhirnya dia memutuskan minta pendapat Neneng.
Maya mengambil handphonenya dan langsung menekan nomor hp Neneng. Setelah suara Neneng terdengar,Maya langsung menceritakan semuanya dan kemudian meminta pendapat. Jelas Neneng terdengar bahagia. Karena memang sebulan ini,setelah Arga menyuruhnya kembali mengajak Maya pakai hijab,Neneng sangat getol mengajak Maya pakai hijab. Neneng banyak menceritakan manfaat dan kegunaan menutupi aurot kita. Kata Neneng,untuk menghindari fitnah.
“Alhamdulillah may!! Kalau aku sih ya ngedukung banget. Tapi semua kembali lagi ke kamu. Gimana kemantapan kamu,dan yang paling penting niat kamu. Aku nggak mau kamu buru2 pakai hijab,cuma karena aku,atau karena orang lain mungkin.” Dan ada nada menggoda di balik kata2 Neneng terakhir.
Maya agak tersinggung. Tapi sudahlah,kini tinggal bagaimana dia membenahi niatnya. Memang tadi sebelum menelpon Neneng,Maya ingin cepat-cepat pakai hijab karena ia ingin menjawab pertanyaan Arga,dia sekedar ingin menunjukkan ke Arga,ini lho Maya!! Aku juga bisa pakai hijab!! Tapi kini,selesai menlpon Neneng,Maya tersadar. Ya,yang penting itu niat. Maya mulai duduk khudlu’,menata hati,menghilangkan sejenak ego kemanusiaannya,kesombongan insaninya. Biar semua yang ingin dia lakukan,semua hanya untukNya,Sang Kholiq.
***
“Mabruuuk!!” senyum Neneng langsung menyambutnya. Menyambut Maya yang baru,yang lebih anggun dan lebih islamiy. Sosoknya kini sempurna sudah sebagai seorang muslimah sejati. Langkah awal untuk lebih menghijabi hatinya. Jalan untuk bisa lebih dekat dengan Rabbnya. Semua menyambutnya dengan senyum hangat. Apalagi ujian akhir mereka sudah terlewati,tinggal menunggu hasil ujian.
“May,terus abis lulus SMA kamu mau lanjut di mana? Aku denger2 kabar,katanya kamu ditawarin beasiswa di Australia ya?”
Maya tersenyum tipis,dengan hijabnya,kini ia bisa lebih kalem dan lebih feminine dalam berbicara,juga perilakunya. “Iya,kemaren pak bambang udah kasih aku dokumen buat aku isi. Tapi kayaknya aku tolak deh.”
Neneng tersentak kaget, “Kenapa may? Kesempatan nggak datang dua kali lho.”
“Kamu bener,makanya aku milih nolak,karena kesempatan mendapat hidayah itu aku takut nggak akan datang lagi.”
“Maksud kamu?” Barulah Maya menceritakan semuanya. Pertama tentang kegalauannya dan keinginannya yang begitu kuat untuk mondok. Hanya satu yang dia ingin,ingin lebih baik dari sekarang. Lebih menjiwai sosok muslimnya. Dia tidak ingin cuma sebatas islam KTP. Makanya tadi,dia sudah mengembalikan semua dokumen-dokumen ke pak Bambang. Dan minggu depan,tanpa nunggu hasil ujian,Maya siap memulai kehidupan santrinya.
“Doanya aja Neng…”
***
Maya berjalan terburu-buru. Kata mbak-mbak pengurus, dek Naili dari tadi nangis dan nggak ada yang bisa diemin. Katanya dia terus manggil-manggil nama Maya. Makanya setelah sekolah diniyah,Maya langsung disuruh cepat ke rumah kiai. Maya membuka pintu ndalem bawah. Baru kali ini-selama dua bulan dia tinggal di pondok AlMadaniy-dia masuk ndalem lewat pintu utama.
Maya kaget,sosok lelaki berdiri tepat di depannya,sepertinya dia ingin keluar. Mungkin ini yang kata mbak-mbak putranya abah yang paling ganteng,gumam Maya dalam hati.
“Kamu Maya?” Maya hanya mengangguk sambil terus tertunduk. “Cepetan ke kamar Naili,dari tadi dia ngamuk nyari-nyari kamu!!”
Maya mengangguk dan langsung bergegas naik,tapi di tengah-tengah tangga,ada rasa penasaran menyusup ke hatinya,mendorongnya untuk menoleh ke bawah,berharap semoga bisa melihat gus Abid,yang tadi terkesan galak.
Maya berhenti sejenak dan memberanikan diri menoleh. Tanpa dia sangka,ternyata gus Abid juga sedang asyik memandanginya. Jadilah mereka sama-sama malu,wajah putih Maya langsung memerah. Dia segera menundukkan wajahnya dan melanjutkan jalannya naik ke kamar dek Naili. Abid lebih salah tingkah lagi,gelagapan ia melengos,sambil berdehem,lalu keluar.
***
semenjak itu,pikiran Abid terus dipenuhi wajah putih Maya dengan jilbab merah mudanya. Apalagi ketika wajah putih itu memerah,subhaanallah,,,betapa Allah menunjukkan kuasaNya dalam menciptakan manusia dengan sebagus-bagusnya bentuk.
Fuuuuuuuuuh…Abid menghela nafas untuk kesekian kalinya. teman yang juga santrinya,bingung mendapatinya seperti sangat bingung akhir2 ini.
“Gus,aku perhatikan semingguan ini seperti ada seseorang yang mengganggu pikiranmu. Nggak mau cerita neeh??”
Abid baru tersadar dari lamunannya. “Hah? Nggak juga kok. Siapa?”
temannya tertawa keras. “Bid,udahlah,kalau untuk masalah itu,anggap aku temanmu,aku juga akan menghilangkan gelar gusmu. Kita sama2 manusia,wajar kalau bayangan itu menghinggapi kita. Ayo cerita! Siapa tahu aku bisa Bantu.”
Abid merasa benar dengan kata-kata temannya barusan. Langsung dia menceritakan tentang sosok santri yang begitu full memenuhi pikirannya. Dan dia rasa,kini dia benar-benar telah jatuh cinta dengannya. Apalagi setelah dia cari-cari informasi tentang cewek ini,dia tidak menemukan kecuali yang baik tentang dia. Itu semakin mantap membuatnya ingin meminang perempuan ini.
“Gitu too…emang kalau boleh tahu siapa sih santri putri yang sudah bikin temen plus gusku ini ketar ketir kayak gini?”
“Afwan bro,aku belum ingin terlalu mempublikasikan secara detail. Nanti kalau sudah aku lamar dan dia ok,baru aku ceritakan semua tentang dia!”
***
Maya benar-benar capek. Dia habis mengantarkan salah seorang santri ke rumah sakit. Belum habis rasa capeknya,mbak Nita,kepala kesehatan putri meminta tolong Maya untuk mengantar titipan obat ke ruang kesehatan putra. Akhirnya dengan badan lemas,terik matahari yang begitu menyengat,Maya mengangkat dua plastik isi obat-obatan yang baru tadi dia beli.
Akhirnya sampai juga! Maya langsung mengetuk pintu. “Assalamu’alaikum.” Jawaban terdngar di dalam,tidak lama pintu terbuka. Bruuuk!!! Dua plastik lepas dari genggaman Maya. Pandangannya masih lekat di wajah di hadapannya ini. Wajah yang setia menemani pikirannya. Begitu juga dengan sosok di hadapannya,dia tidak jadi berkata-kata. Terpana juga melihat siapa perempuan di hadapannya. Lama…seakan waktu berhenti berputar.
“Astaghfirullah..” lirihan kecil dari mulut Arga mengakhiri aksi terpanaan mereka berdua. “Kamu Maya kan?”
Maya salah tingkah langsung mengambil kembali dua plastik yang tadi terjatuh. Kemudian tersenyum tipis. Lalu Arga menyuruhnya masuk. Maya langsung mengutarakan maksud kedatangannya ke situ.
“Tadi mbak Nita nyuruh aku nganter ini. Katanya kesehatn putra lagi butuh banyak obat2an.” Arga langsung sibuk mengecek obat-obatan yang dibawa Maya. Dia menyuruh Maya untuk menunggu sejenak,karena ia harus mencatat semuany,kemudian menyalinnya dan meminta Maya untuk memberikannya ke nita.
Di tengah2 sibuk mencatat,Arga masih sempat mengajak Maya ngobrol. Tapi Maya hanya menjwab seadanya,dia lebih memilih diam. Dia takut perasaan itu terlhat. Tapi Arga tidak henti-hentinya bertanya. Kapan dia mulai pakai hijab? Kapan dia mulai jadi santri di sini? Apa yang bikin dia akhirnya mau mondok? Dan banyak lagi. Dan Maya dengan sabar menjawabi semua pertanyaan.
Pencatatan selesai. Arga langsung menyerahkan dokumen untuk nita. “Syukron udah sabar nunggu.” Lagi-lagi Maya hanya tersenyum lembut kemudian pamit keluar. Dan senyum itu,,,masih tertinggal di hati Arga. Mengembalikan bayangan senyumnya yang dulu.
***
“May,dipanggil ke ndalem.” Maya yang lagi asyik muthola’ah,langsung menaruh kitabnya dan membenarkan jilbabnya. ‘Tumben dek Naili jam segini manggil aku?’
Maya memasuki ndalem dari pintu belakang. Baru hendak menaiki tangga,ummi memanggilnya. “Maya,ke sini nak!”
“Iya ummi,ada apa? Katanya dek Naili manggil saya ya mi’?
“Bukan Naili yang panggil kamu,tapi umi.” Maya agak kaget. Tumben ummi ada perlu sama dirinya.
Setelah Maya duduk,ummi menceritakan sedikit tentang sosok Abid ke Maya. Maya agak bingung,ada apa ini,kok dipanggil hanya untuk cerita gus Abid dari kecil. Ada sedkit kecurigaan menyusup ke hati Maya. Sampai pada akhir cerita,ummi meminta sesuatu yang tidak enak bagi Maya untk menolak. “Kamu mau nak,kalau umi jodohin sama Abid?”
Kecurigaan Maya terjawab. Umi melanjutkan, “Baru kali ini Abid minta dilamarin seorang perempuan. Padahal umi dan abah sudah dari dulu ngasih dia pilihan permpuan-perempuan,tapi dia selalu bilang nggak sreg. Makanya ketika sekarang dia minta kamu,umi langsung mengiyakan. Karena umi tahu kamu juga anak baik. Gimana?”
Maya terdiam. Tidak mungkin juga dia langsung bilang iya,apalgi bilang tidak. Dan umi juga menangkap arti dari diamnya Maya. Umi juga tidak memaksa Maya menerima. Umi menyarankan Maya musyawarah dengan keluarganya dan tidak lupa istikhoroh,karena ini bukan untuk main-main.
***
Akad pernikahan sudah berlalu. Maya masih belum bisa menghilangkan sisa-sisa tangisnya. Kini rasa bercampur di hatinya. Sedih,sakit,juga senang,tapi hanya sedikit. Dia mengingat tadi ketika di masjid,setelah ijab qobul,semua asaatidz menghampiri Abid,mengucapkan selamat. Dan lelaki yang pernah dia cintai-pun sampai saat ini-orang yang paling lama berbincang dengan Abid. Sebenarnya Maya tidak berani menatapnya,tapi beberapa kali Maya meliriknya,Maya selalu mendapati kedua mata Arga sedang menatapnya dengan tatapan pilu. Dari situ Maya tahu,Arga juga merasakan seperti yang dia rasakan!!!
Tapi kenapa baru sekarang dia mendapati rasa itu? Kenapa malah di saat-saat seperti ini dia menyadari bahwa di hati mereka,ada cinta yang begitu kuat? Kenapa setelah dia sudh menjadi milik Abid,dia baru tahu Arga menyimpan rasa untuknya,sehingga menumbuhkan kembali rasa di hatinya? Allahummaghfirlii…
***
tiga bulan sudah Maya menjalani kehidupan barunya,menjadi istri seorang gus Abid. Gus idola para santri putri. Ada sedikit bangga juga bisa bersanding dengannya. Apalagi Abid yang sangat baiiik kepada permpuan. Dia begitu menjunjung hak-hak perempuan,tapi tanpa membuatnya lupa akan hakikatnya. Maya berhasil menghapus rasa yang sempat menyakitkannya ketika awal2 masa pernikahannya. Dia hampir menceritakan semua pada suaminya,dan memintanya untuk mengerti sehingga mau melepasnya dan merelakannya. Tapi alhamdulillah,berkat kesabaran Abid,semua berhasil dia lewati. Sampai saat itu…
“Yang,aku tuh bingung sama Arga. Sampai sekarang kok dia masih betah ngejomblo gitu ya?”
Maya tidak berani komentar apa-apa. Dia takut salah ngomong.
“Eh yang,gimana kalau kta jodohin aja sama Fitri? Dia kan sebentar lagi selsai mondoknya? Gimana menurut kamu?”
Maya serasa tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Memang,dia sekarang sudah berhasil melupakan Arga,tapi kalau nanti harus jadi saudara seipar,tinggal satu lingkungan,pasti rasa itu akan muncul lagi,malah mungkin akan semakin menjadi-jadi. Tidak rela melihatnya dengan orang lain. ‘astaghfirullah…aku ini sudah jadi istri orang.’
Baru tersadar dari naza’ pikirannya,Maya sudah mendapati kamarnya kosong. Sepertinya Abid langsung mau matur ke abah uminya untuk menawarkan Arga,sahabatnya.
***
semua berjalan begitu cepat. Abah umi yang langsung setuju dengan usulan Abid menjodohkan Fitri dengan Arga. Abid yang kemudian menawarkan Arga tentang usulannya. Dan Arga yang dengan lugas menjawab, “Sam’an wa tha’atan.”
Dan kini,Maya sibuk menyiapkan pakaian suaminya. Kebetulan Abid ada acara di beberapa tempat di jawa tngah. Sekalian dia ingin ke pesantren Fitri,memboyongkannya sekaligus mengabari perihal perjodohannya dengan Arga.
“Emang mas yakin Fitri bisa suka dnegan Arga?”
“Aku belum cerita ke kamu ya yang? Dulu itu Fitri sempet naksir lho sama Arga. Lagian cewek mana sih yang nggak akan terpincut sama Arga,dokter gagah nan ganteng gitu,ya kan?” kata2 itu langsung menembak dalam hati Maya. ‘ya…sampai akupun masih tertahan olehnya…’
semua barang sudah siap. Koper dimasukkan ke mobil. Maya tidak bisa ikut mengantar ke bandara. Badannya lemas. Mungkin terkuras pikirannya menyiapkan lahir bathin menerima Arga da Fitri.
“Yang,I love u.” Maya hanya tersenyum tipis. Setelah mencium kening istrinya,dengan senyum yang paling manis,Abid meninggalkan rumah.
***
Maya tidak bisa tidur. Bayangannya entah pergi ke mana?? Hatinya masih dipenuhi ketakutan. Bagaimana ini?? Dia merasa Argalah penyebab kegalauan ini. Maya mondar mandir,tidak tahu apa yang mau dia lakukan. Akhirnya ia memilih menulis surat untuk Arga. Mengungkapkan semua,,,tentang perasaannya,juga tentang kerelaannya kini…melepaskan dia bersama Fitri.
Surat sudah jadi. Baru selesai melipat,pintu diketok. Spontan Maya menyelipkan surat di tumpukan buku di atas meja. Maya membuka pintu. Didapatinya umi sudah berbalut jilbab. ‘ada apa ini,malam2 begini umi ke sini?’
“May,yang sabar ya may. Abid…suamimu…”
Maya setia menemani umi yang masih menangis dari tadi. Mereka menunggu jenazah Abid datang. Katanya sekarang sudah di perjalanan dari bandara ke rumah. Mungkin sebentar lagi sampai.
Abid meninggal tabrak lari di depan pesantren tempat Fitri mondok. Setelah memboyongkan Fitri dan megabarinya tentang perjodohan itu,ketika Abid hendak mnyebrang,sepeda motor kencang menabraknya. Seketika dia meninggal. Tapi sebelumnya,dua nama yang digumami Abid,’Maya…Arga…’
***
dua bulan setelah itu…
Semua sudah kembali beraktifitas. Hanya ndalem yang masih sedikit diselimuti duka. Maya masih agak shock kehilangan suaminya. Walaupun dia belum bisa mencintainya dengan sepenuh hati,tapi baginya,Abid sosok yang memukau. Smpurna sebagai seorang suami. Begitu juga dengan Fitri,ia merasa sangat kehilangan kakak tercintanya. Apalagi sebentar lagi dia akan menikah dengan sahabat almarhum kakaknya itu.
“Mbak,aku mau tidur di sini bentar nggak apa-apa kan?” siang itu tiba2 Fitri datang ke kamar Maya.
“Masuk aja fit. Tapi mbak mau ke bawah dulu yah,mau Bantu umi masak.” Fitri masuk,memandang sekeliling kamar itu. Kamar yang pernah ditempati almarhum kak Abid. Fitri msih mendapati aroma khas kak Abid. Diapun tidak jadi tidur,malah sibuk memerhatikan sudut ruangan. Dia duduk di meja baca kak abid. Membuka kitab2 dan buku di atasnya. Dan terjatuhlah selembar kertas…
***
“Fitri di kamarmu nak?” Tanya umi setelah selesai memasak.
“Iya mi’,katanya dia mau tidur sebentar. Oya mi,terus jadinya akad nikah Fitri di sini atau di mana?”
“Arga sih mintanya di sini,terus abah yang akadin. Tapi kalau nunggu abah punya waktu ya mungkin sekitar minggu depan.”
Maya mengangguk. Sebenarnya dia belum begitu bisa menerima. Tapi ya sudahlah,,mungkin ini memang sudah jalannya.
***
bismillahirrahmanirrahiim
kak Arga,yang mudah2an selalu dalam lindungan dan limpahan rahmatNya..amien
sebelumnya aku minta maaf atas kelancangan surat ini. aku juga sadar siapa aku,dan tidak sepantasnya untukku sekarang menulis surat untuk kak Arga,juga untuk lelaki manapun. Tapi,hati ini yang mendorong tangan untuk menulis,memaksa otak untuk berpikir merangkai kata2 untuk sang pujaan hati.
Kak Arga,surat ini,saksi bahwa dulu dan sampai sekarang ternyata aku mencintai kak Arga,dengan sepenuh hati,sejak pertama kak Arga membopongku. Sampai saat ini,wangi tubuh kak Arga seakan masih melekat di hidungku. Sampai saat ini,bayangan kak Arga msih terus menemaniku. Tapi aku sadar,kini aku sudah menjadi milik orang lain,tidak sepantasnya aku masih menyimpan rasa itu. Insya ALLAH,aku akan berusaha membuangnya,dan wallahi,aku rela melepas. Aku rela melihat kak Arga dengan perempuan lain…seperti relanya kak Arga ketika melihat aku di samping mas Abid.
Aku,yang berusaha berhenti mencintaimu
***
Maya terus membuka halaman demi halaman semua buku di atas meja. Tapi nihil,surat itu belum juga ketemu. Sebenarnya dari kemarin Maya sudah mau membakar surat itu,tapi Fitri seakan terus ingin di sampingnya. Setiap waktu Fitri selalu main di kamarnya. Sehingga membuat Maya lupa akan hal yang satu itu.
‘jangan sampai ada orang yang baca surat itu!! Di mana yaa?’ Maya menggumam sambil terus sibuk mencari.
Kreeek…pintu dibuka. Maya tersentak kaget. Dia langsung pura-pura sibuk beres-beres.
“Eh,kamu fit. Ada apa?”
“Cuma mau kasih kabar kak,lusa jam8 pagi akadnya.” Fitri tidak masuk. Hanya berdiri di pintu.
Maya langsung menghampiri mengucpkan selamat. Dia memeluk Fitri,kemudian menangis. Fitri membalas pelukannya,semakin erat memeluk. Mereka sama-sama menangis. “Kak,lusa,dandan yang cantik ya!!” Maya mengangguk kecil.
***
Maya menatap sekali lagi dandanannya di depan kaca. Sudah cukup. Dia tidak mau terlihat terlalu mewah atau heboh dandan. Tiba-tiba Fitri dan umi masuk. Maya kaget melihat Fitri yang dandanannya sangat sangat biasa.
“Lho fit,sebentar lagi kan acaranya? kok?”
“Nak,umi mau bicara. Duduk dulu yuk!” umi dan Maya duduk di kasur. Fitri ikut duduk di bawah kaki uminya.
Umi menyerahkan secarik kertas pada Maya. Maya kaget menerimanya. Surat itu…
“Fitri sudah baca semua mbak. Fitri terharu. Makanya Fitri langsung memutuskan untuk matur dan cerita semua ke abah umi. Fitri mau,mbak Maya sama kak Arga…”
Maya hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Fitri. Maya menatap umi,mencari jawaban dari beliau.
“Umi dan abah juga sudah terserah Maya. Apalagi kata Fitri,dua nama terakhir yang disebut Abid itu,nama kamu sama Arga. Gimana nak?”
Maya menangis terharu. Dia langsung jatuh di pangkuan ummi. Umi menghelai lembut rambutnya. Semoga ini yang terakhir…
***
pesantren AlMadaniy kembali tersenyum. Bahagia kembali menghampiri. Semua seakan ikut merasakan aura cinta dua insan yang begitu besar. Cinta yang tersimpan,kini bisa bersatu dalam ikatan suci nan halal. Semua ikut menjadi saksi,pun ruh Abid,yang sudah tenang di alam sana,ikut merasakan kebahagiaan perempuan yang dicintainya.
“Ankahtuka wazawwajtuka Mezz Maya binti Abdullah bimahrin madzkuurin,haalan.”
“Qabiltu nikahaha wa tazwiijaha bimahrin madzkurin haalan…”
the end